Lanjut ke konten

Desa Kiarasari Bangun Tradisi Raih Prestasi

Hasil gambar untuk kiarasari sukajaya bogor"

“ Masyarakat desa yang masih mempertahankan adatnya  relatif mampu menjaga  kondisi huniannya dari kerusakan dan dapat memanfaatkannya  sebagai penunjang kehidupan secara ekonomi, karena ekonomi dalam  pandangan hukum adat bukan terletak pada akumulasi kekayaan yang bersifat material melainkan  pada aspek keselarasan,” Nurodin SH, Kepala Desa Kiarasari

Mencermati pernyataan Kepala Desa diatas serta memastikan hadir dilokasi desa yang cukup terpencil di pegunungan tanpa ada alat transportasi umum, sekilas kita menduga,  desa yang dipimpinnya tentulah masih sangat sederhana, tradisional , jauh dari kemajuan jaman… Tetapi tidak demikian dengan Kiarasari. Bisa dibilang desa ini cukup maju, selain wisatawan yang menikmati keindahannya,  mahasiswa dan peneliti  dari Jakarta datang kesana untuk menimba ilmu pada Kelompok Tani yang ada di sana. Kelompok Tani Kampung Cibuluh memang berhasil mengawinkan jenis beras unggulan, yakni beras hitam . Tak hanya itu siswa sekolah kejuruan  di Bogor juga datang kesana dalam rangka Transfer Tehnologi Ramah Lingkungan Dalam Pembuatan Pupuk dan Sabun. Desa ini juga melek tehnologi, bahkan untuk mempromosikan wisata desa dan perkembangan di sana, kita bisa mengaksesnya di Youtube. Perangkat desa secara bergurau menjuluki desanya sebagai Demit  ( Desa Melek IT).

Dibawah kepemimpinan Nurodin, desa ini mampu meraih berbagai prestasi gemilang antara lain mendapatkan Treasury Award sebagai salah satu dari 5 Desa Terbaik Pengelolaan Dana Desa 2017, Mendapat penghargaan sebagai Desa Terbaik Infodesaku Award 2013, Peringkat I Lomba Wana Lestari, Juara I Desa Peduli Kehutanan, dan masih banyak lagi penghargan terkait prestasi desa Kiarasari. Keberhasilan ini pun diakui oleh Kabupaten  Bogor, karenanya tak jarang Desa Kaiarasari dikirim mengikuti lomba mewakili Kecamatan dan Kabupaten. Seperti  Lomba Kampung Ramah Lingkungan  dimana Kiarasari akan mewakili Kecamatan Sukajaya untuk bersaing di tingkat Kabupaten.

“ Yang menggembirakan perangkat desa adalah rasa memiliki yang ada dihati penduduk desa, setiap mengikuti lomba, antusias warga untuk mendukung menjadikan semangat tersendiri. Seperti jelang Lomba kampung Ramah Lingkungan, penduduk  desa pun sudah aktif mempersipkan diri antara lain menanam apotik hidup, membuat lobang-lobang biopori untuk pupuk dan banyak kegiatan lain,” papar Ridwan  Jamal, pendamping desa .

Meski mendulang aneka prestasi desa, terutama dari segi pembangunan dan lingkungan hidup, Nurodin menyatakan semua itu tidak mulus begitu saja banyak trik yang harus dia lakukan dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala desa. Dengan adanya kewenangan desa , Nurodin justru lebih leluasa membawa desa Kiarasari maju dengan caranya sendiri. Ia meyakini dengan amanat desa yang diberikan oleh Kementerian Dalam Negeri, bahwa pembangunan itu tak melulu memakai cara yang formal, ia lebih memilih menjunjung tinggi kearifan lokal dalam gaya pemerintahannya.  Sejak awal ia hanya berpegang pada filosofi  kasepuhan yang berbunyi  Gunung Kayuan, Lamping Awian, Lebak Sawahan, Datar Imahan  Legok Balongan.   Itu merupakan kearifan lokal yang memandang segala sesuatu haruslah pada tempatnya. Alam sebagai tata ruang harus ada penempatan yang benar dan keselarasannya, niscaya semua akan berjalan baik.

Pelestarian hutan penanaman sawah membangun rumah dan lainnya harus bersumber pada filosofi tersebut.  Gunung Kayuan, ia mencontohkan, sebaiknya di gunung ditanami kayu-kayu yang keras agar tidak longsor, itu sebabnya ia menjaga hutan rakyat dan kelestarian hutan pada umumnya, karena memang Kiarasari berada dipuncak gunung. Lantas  ada pula Lamping Awian lereng ditanami bambu-bambu atau tanaman yang  bisa menyerap air dan menjaga ekosistem, Lebak Sawahan, karena ada air yang mengalir maka layaknya ditanami padi atau persawahan , ini bisa jadi sumber makanan masyarakat. Datar imahan, sementara tempat yang datar bisa digunakan untuk tempat tinggal. Legok Balongan, karena manusia juga butuh gizi maka di tempat terbawah aliran air tersebut dibuatlah empang-empang untuk memelihara ikan, itulah konsep keseimbangan , yang dia pakai dalam membangun desanya.

Nurodin merupakan kepala desa yang sangat menjunjung tinggi adat. Menurutnya masyarakat Kiarasari berdasarkan sejarahnya merupakan bagian dari pengikut Kasepuhan Urug dan Cipatat, cikal bakal dari Kasepuhan  yang ada di satuan  adat Banten Kidul. Kasepuhan di desa Kiarasari  dihimpun dalam satu wadah  yang bernama SAAKI ( Satuan Adat Kasepuhan Kiarasari).

Dalam alur pemerintahannya, filosofi kasepuhan itu pulalah yang  mendasari pimpinan  Desa Kiarasari ini melahirkan sejumlah Perdes. Dari sisi hukum, desa ini bisa dibilang produktif melahirkan Perdes. Ada sejumlah Perdes inovatif yang dibuat hanya dalam beberapa tahun kepemimpinannya. Namun Nurodin berkilah, Perdes-Perdes itu tidak asal dibuat atau copy paste dari Peres daerah lain, baginya Perdes dibuat karena ia melihat kebutuhan  ada sesuatu yang harus diatur.

“ Misalnya Perdes no 5 tahun 2017 tentang Pelestarian, Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Mata Air. Perdes itu lahir berawal dari satu persoalan. Di tahun 2014 kita sempat konflik dengan salah satu perusahaan besar yang membeli tanah di sini. Di tanah itu ada sumber mata air, warga mau memanfaatkan dilarang, ya kita lawan. UU nya kan sudah jelas. Dari situ kita siapkan Perdesnya agar kejadian serupa tak terulang,” papar Nurodin.

Setelah lahirnya Perdes itu kita tindaklanjuti dengan dibentuknya BPSPAM ( Badan Pengelola Sarana Penyediaan  Air Minum ) di bawah BUMDes, Ini merupakan kebutuhan masyarakat. Tahun 2018 ini ia pun punya target menuntaskan persoalan air bersih di semua wilayahnya yang terdiri dari 13 kampung, 31 RT dan 8 RW . “ Tinggal satu kampung lagi yang belum tuntas. Tadinya dua kampung kebetulan  ada bantuan dari World Bank, mereka ambil dananya dai CSR salah satu perusahaaan di luar sana, yang satu kampung lagi dibiayai APBD,” tutur Nurodin.

BUMDes Kiarasari selain membawahi BPSPAM, juga akan membawahi unit usaha air minum kemasan yang berasal dari  mata air Desa Cibuluh yang sudah melalui test  dan dianggap baik untuk dikonsumsi. “ Kami akan mengandeng investor untuk menanganinya, mata airnya kami punya. Tetapi alat dan teghnologinys,”  ujarnya.

BUMDes Kiarasari juga menangani Wisata Desa , kelompok kesenian dan transportasi desa. Untuk Wisata Desa keberadaannya merupakan tindak lanjut dari Perdes no 6 Tahun 2007  tentang Pengembangan Wisata. Wisata Desa Kiarasari berbeda dengan konsep wisata yang biasanya , kalau ditempat lain disediakan taman indah, sarana permainan atau fasilitas wisata, hotel dan sebagainya, Kiarasari tidak menawarkan konsep itu. Seperti yang dinyatakan dalam Bab III Pasal 6  dan7 , mengenai maksud , tujuan dan fungsi nya, wisata desa yang ditawarkan  tetap menjaga , melindungi, melestarikan tradisi budaya, kearifan lokal dan sumber daya alama yang ada untuk  memperkokoh kebudayaan nasional. Wisata ini juga mengelola potensi desa dan mendorong penciptaan peluang lapangan kerja bagi masyarakat sebagai pelaku pariwisata desa. Wisata Desa ini juga bertujuan meletarikan seni budaya.

Maka jangan heran,  jika paket wisata yang ditawarkan memiiliki keunikan tersendiri. Keluarga atau kelompok wisatawan yang datang ditawarkan untuk menikmati keindahan alam desa dan sejuknya pegunungan yang memiliki 12 curug indah. Tetapi bukan curug itu yang akan dieksploitsasi jadi obyek wisata, melainkan keseharian kehidupan masyarakat desa lengkap dengan adat budaya.  Jika wisatawan datang pada saat musim tanam, misalnya, mereka bisa ikut membajak dan menanam bibit di sawah, menjalani kehidupan di desa, menikmati pertunjukan kesenian lokal seperti degung, jaipong dan lainnya. Tingalnya pun di rumah-rumah penduduk yang sudah siap jadi homestay dan makan makanan rumahan khas Kiarasari. Keunikan ini bisa dinikmati dengan harga paket wisata yang lumayan murah, Rp 220.000 per-orang termasuk tubing. Sampai saat ini wisata desa yang ditawarkan lewat youtube ini mendapat cukup banyak peminat.

Filosofi kegotongroyongan dalam membangun desa , tetap dijaga oleh Nurodin. Meski awalnya sempat ada anggapan miring seperti ledekan ,”penjajah “ lantaran dirinya suka mengajak warga melakukan kerja bakti  gotong royong . Tapi dengan trik-trik khusus ia mampu membuat warga mau bekerja dengan kemauannya sendiri. “Prinsipnya saya ingin menanamkan rasa memiliki di kalangan warga. Beberapa tahun lalu kami membuka jalan, tanpa alat berat, ribuan warga kita kerahkan secara gotong royong. Agar menarik minat, saya datangkan media, besoknya masuk koran. Karena senang dan bangga desanya masuk koran besoknya yang ikut gotong royong bertambah. Saya panggilkan wartawan televisi, melihat ada yang meliput, mereka juga ingin masuk tivi , warga yang tadinya cuma menonton ikut juga gotong royong. Akhirnya jalan itu bisa selesai cepat lantaran ribuan warga turun membantu. Ini lah kekuatan kebersamaan dankita boleh berbanggai sebenarnya ini adat budaya kita,” ujarnya.

Dengan adanya dana desa, menurut Nurodin pembangunan memang bisa terlaksana lebih cepat. Tetapi di sisi lain ia sreg dengan adanya aturan upah yang 30 %. Jika perhitungannya seperti itu maka anggarannya akan membludak. Memang di satu sisi menguntungkan untuk warga yang bekerja, tetapi  mengurangi sikap kegotongroyongan. Itu sebabnya di Kiarasari kami menyiasati dengan cara lain. Tetap yang 30% kami bayarkan tetap bukan sebagai upah kerja, tetapi untuk pengadaan material. Ia pun mencontohkan dalam pembangunan jalan dibutuhkan batu-batu. Bahan itu ada di sini kita tak perlu membeli, tetapi warga yang membelah batu sehingga material itu terpenuhi kami beri upah. “ Sisanya, termasuk saya terjun gotongroyong mengerjakannya bersama-sama. Warga tidak ada yang protes, kami transparan tidak mengambil keuntungan. Dana yang ada bisa dimanfaatkan untuk membangun lebih banyak infrastruktur dan itu bisa mereka rasakan manfaatnya,” ujarnya.

Secara jujur Nurodin mengaku dirinya bukan tidak sejalan dengan pemikiran pemernitah mengenai upah 30 % tersebut, hanya saja ia khawatir , apakah ke depannya Dana Desa  ini akan tetap ada. Jika tidak dan masyarakat  tidak mau mengerti, hanya mau bekerja jika ada upah maka pembangunan akan terhambat. Lebh baik mengajarkan mereka membangun dalam kebersamaan, sebab kalau sifat gotong royong itu sudah pupus semua masyarakat jadi sulit diajak kerjasama, orientasinya hanya uang, kilahnya.

Kepiawaian Nurodin mengatur pengunaan anggaran inilah yang pada akhirnya membuatnya memperoleh penghargaan Treasury Award sebagai salah satu dari 5 Desa Tebaik dalam Mengelola Dana Desa 2017. Menanggapi prestasi tersebut , Nurodin menyatakan sebagai kepala desa dia hanya menjalankan kewenangannya saja.

“ Saya cuma menerapkan Puasa, bukan dalam arti sebenarnya melainkan menahan diri  dalam hal anggaran. Intinya kita menahan apa-apa yang dibolehkan  dan mendorong apa-apa yang dibutuhkan. Harus menerapkan kedisiplinan dalam penggunaan anggaran , perencanaan harus bisa jadi instrumen  dari pembangunan. Lebih baik silpa daripada celaka. Untungnya selama ini silpanya cuma sedikit,” paparnya.

Kiarasari bukannya tanpa masalah, lokasinya cukup jauh berbatasan dengan Gn Halimun dan Cisarua ini memang kaya akan hutan dan perkebunan, letaknya cukup terpencil dan tak ada kendaraan umum menuju ke sana. Itu sebsbnya dua mobil bantuan pemerintah yang ada di Kantor Desa Kiarasari kerap dijadikan angkutan warga, terutama anak-anak sekolah. Hal ini yang membuat  Nurodin berencana memperjuangkan adanya angkutan desa.

“ Sekarang hanya ada dua mobil bantuan dari pemerintah yang kami gunakan untuk pengangkutan sayur dan lainnya, tarifnya lebih murah dari mobil sewaan, dananya dikelola BUMDes. Tetapi kalau hujan mobil ini kita pakai mengangkut anak-anak sekolah secara gratis, karena kondisi sekolah yang cukup jauh dan jalan licin,” ujarnya dengan nada prihatin.

Meski terpencil, Kiarasari kaya potensi alam . Dalam upaya mengelola potensi alam di wilayahnya untuk kesejahteraan masyarakat, perangkat Desa Kiarasari juga mengeluarkan Perdes no 08/ tahun 2017 Tentang pelestarian Lingkungan Hidup dan Perdes no 09 Tentang Pengelolaan Hutan Rakyat.  Dengan adanya kedua Perdes  tersebut Nurodin  berharap pelestarian lingkungan Desa Kiarasari bisa terjaga. Meski hutan dimanfaatkan masyarakat haruslah tetap terkendali,  jangan sampai merusak ekosistem.

Sementara Perdes no 09 / tahun 2017 tentang Pengelolaan Hutan Rakyat merupakan upaya menjembatani antara petani hutan rakyat dengan pemerintah desa. Di pasal 5 dan 6 Perdes ini jelas disebutkan adanya pembentukan lembaga  pengelola hutan rakyat yang masa kerjanya 5 tahun. Lembaga ini melakukan pembinaan terhadap masyarakat secara umum dan juga petani hutan rakyat. Lembaga ini mengarahkan  agar potensi hutan rakyat bisa maksimal dan menentukan  jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Lembaga ini juga mewakili masyarakat untuk bekerjasama dengan pihak ketiga  dengan memperhatikan  saran dan masukan dari kelompok tani, pemerintah desa dan BPD. Dengan adanya kontrol dari lembaga ini diharapkan kerjasama petani hutan rakyat dengan pihak ketiga bisa saling menguntungkan tapi tidak merusak ekosistem hutan. Karena perjuangannya melindungi hutan dan ekosistemnya, Desa Kiarasari mendapat penghargaan sebagai Desa Peduli Hutan peringkat pertama.

Membangun Ketahanan Masyarakat Desa

Ketahanan masyarakat desa merupakan salah satu arah kebijakan yang hendak  diwujudkan melalui implementasi UU Desa, sebagaimana disebutkan pada pasal 4 butir “g” yang menyebutkan bahwa salah satu tujuan pengaturan desa adalah meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional. Arah tersebut pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari cara pandang desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam cara pandang tersebut, maka terdapat 3 (tiga) hal yang perlu digarisbawahi terkait desa, antara lain:

  1. Kesatuan masyarakat hukum
  2. Memiliki batas wilayah
  3. Memiliki wewenang mengatur dan mengurus berdasar prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional.

Ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kesatuan masyarakat hukum di satu sisi, menjadi dasar dimilikinya kewenangan untuk mengatur dan mengurus; sementara di sisi lain, suatu kewenangan dapat dimiliki karena ia memiliki pengakuan hukum. Adapun batas wilayah adalah batas teritori yang membawa konsekuensi batas juga pada wilayah kewenangan dan juga wilayah kesatuan masyarakat  hukum.

Ketiga hal diatas sekaligus menjadi kekuatan yang dimiliki desa dan juga masyarakatnya. Masalahnya kemudian adalah bagaimana kekuatan yang telah diakui oleh Undang-Undang tersebut dapat dikelola dan dikembangkan sehingga dapat meningkatkan ketahanan masyarakat desa?

Pada titik itulah, pengembangan ketahanan masyarakat desa perlu diletakkan sebagai model pembinaan dalam rangka menumbuhkembangkan kekuatan dan kemampuan masyarakat sehingga tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi maupun peluang yang tersedia di desa. Karena di satu sisi, permasalahan merupakan hal yang akan selalu mengiringi ditengah dinamika masyarakat desa dan pada sisi lain kompleksitas masalah akan berjalan seiring dengan tingkat perkembangan masyarakat itu sendiri. Kecepatan dan ketepatan masyarakat dalam menghadapi dan menjawab berbagai kompleksitas masalah merupakan cermin dari tingkat ketahanan masyarakat desa.

Masyarakat yang memiliki ketahanan yang baik tentu saja akan memiliki daya tanggap dan daya solusi yang baik dalam merespon terhadap suatu masalah, sehingga suatu masalah yang muncul tidak memberi dampak yang meluas. Sebaliknya, semakin lambat dan tidak tanggapnya masyarakat terhadap suatu masalah, menunjukkan ketahanan masyarakat yang masih lemah.

Kondisi tersebut dapat dicontohkan misalnya dalam suatu desa dihadapkan dengan masalah pencurian. Pencurian dikatakan masalah karena meresahkan dan mengganggu kehidupan warga serta bertentangan dengan hukum agama maupun hukum negara. Jika masyarakat kurang tanggap terhadap masalah tersebut, maka para pencuri akan semakin merajalela dan semakin banyak warga masyarakat yang akan menjadi korban. Hal itu berarti tidak adanya rasa aman bagi masyarakat. Dampak yang lebih jauh adalah masyarakat dihantui rasa was-was dan curiga terhadap sesamanya. Kondisi ini jelas merupakan kondisi yang kurang sehat untuk menumbuhkembangkan kehidupan sosial.  Sebaliknya, jika masyarakat cepat dalam menyelesaikan dan mengatasi masalah tersebut, maka masyarakat memiliki rasa aman dan tidak berdampak kepada kekhawatiran serta kecurigaan yang meluas.

Dalam konteks yang lebih luas, beberapa permasalahan yang umumnya dihadapi oleh desa antara lain:  kemiskinan,  bencana alam, kekeringan, kerawanan pangan, keterbatasan infrastruktur dasar, permasalahan lingkungan dan sebagainya. Berbagai permasalahan tersebut jika tidak memperoleh solusi yang baik, tentu akan menjadi beban berat yang menghambat perkembangan desa; dan pada akhirnya melemahkan ketahanan masyarakat desa itu sendiri. Oleh karena itulah, kondisi sosial kemasyarakatan tersebut perlu memperoleh perhatian dan penanganan secara sinergis oleh semua pihak sehingga permasalahan-permasalahan tersebut dapat teratasi.

Selain beberapa masalah tersebut, ketahanan masyarakat juga dapat dilihat dari kecepatan dan ketepatan dalam menangkap peluang yang tersedia di desa. Adanya dana desa misalnya, dapat dikatakan sebagai peluang bagi pengembangan desa dan masyarakatnya. Masyarakat yang memiliki ketahanan akan mengembangkan dana desa menjadi salah satu peluang yang bisa dimanfaatkan bagi percepatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Namun tidak demikian halnya dalam masyarakat yang memiliki ketahanan lemah, dana desa akan menjadi beban sehingga menghambat pengembangan desa dan masyarakatnya. Hal itu  bisa terjadi misalnya, keberadaan dana desa digunakan hanya untuk kebutuhan yang konsumtif sehingga kurang berdampak pada produktifitas masyarakat.

Atas dasar masalah dan peluang diatas, maka pengembangan ketahanan masyarakat desa adalah merangkai hubungan antara potensi masyarakat dan tantangannya sehingga kemudian dapat dilakukan upaya-upaya yang sesuai. Hanya fokus pada respon masalah saja, tentu masyarakat tidak akan berkembang; begitu pula fokus pada peluang ataupun tantangan saja berpotensi memunculkan rangkaian masalah yang lebih kompleks. Keterpaduan dan keharmonisan dalam merespon masalah dan menjawab peluang atau tantangan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Dengan demikian ketahanan masyarakat desa merupakan hal yang penting. Kuatnya ketahanan masyarakat desa akan menghadirkan kondisi masyarakat yang dinamis dan kondusif.  Berbagai masalah yang muncul dapat direspon dengan baik sehingga memperoleh solusi yang cepat dan tepat; begitu pula berbagai peluang yang tersedia dapat dimanfaatkan sebagai percepatan bagi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

Masalahnya kemudian yang muncul adalah bagaimana memperkuat dan mengembangkan ketahanan masyarakat desa?

Dengan menempatkan ketahanan masyarakat desa sebagai upaya menumbuhkembangkan kekuatan dan kemampuan masyarakat, maka penguatan ketahanan masyarakat desa perlu dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat. UU Desa telah mendefinisikan pemberdayaan masyarakat desa sebagai upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, ketrampilan, perilaku, kemampuan serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. (UU No. 6 Tahun 2014, pasal 1)

Dengan berpijak dari batasan pemberdayaan tersebut, maka dalam konteks ketahanan masyarakat desa dapat dikatakan bahwa untuk meningkatkan ketahanan masyarakat desa di satu sisi, perlu didukung dengan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Di sisi lain pemberdayaan juga mensyaratkan adanya partisipasi aktif dari masyarakat melalui pengembangan ruang-ruang publik maupun lembaga kemasyarakatan desa.

Terkait dengan pentingnya partisipasi masyarakat, hal itu kemudian mengarahkan kepada strategi bahwa untuk pengembangan ketahanan masyarakat desa perlu memprioritaskan pada penguatan Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) sebagai wadah partisipasi masyarakat. Sementara di sisi lain, yang perlu diperhatikan dalam ketahanan masyarakat desa adalah adanya kesadaran masyarakat terhadap hukum.  Hal ini penting supaya masyarakat dalam menyelesaikan masalah maupun menjawab tantangan yang ada juga berpiijak pada koridor-koridor hukum yang berlaku sehingga tidak memunculkan masalah baru dalam bentuk pelanggaran hukum.

Petunjuk teknis ini disusun sebagai bagian dari tugas fasilitasi maupun pendampingan kepada masyarakat dalam rangka mengembangkan ketahanan masyarakat desa. Pertanyaan utama dalam petunjuk teknis ini adalah:

  • Langkah-langkah apa yang perlu dilakukan oleh masyarakat dalam rangka mengembangkan ketahanan masyarakat desa?
  • Sikap, pemahaman atau pengetahuan serta ketrampilan apa yang harus dimiliki ?
  • Bagaimana masyarakat dapat memperoleh dukungan peningkatan  kapasitas (sikap, pengetahuan dan ketrampilan)  serta dana dalam rangka mengembangkan ketahanan masyarakat desa?
  • Bagaimana bentuk pembinaan yang harus dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah (Propinsi dan Kabupaten) serta pemerintah desa dalam mengembangkan ketahanan masyarakat desa?

 

INSTRUMEN PENTING DALAM PENGEMBANGAN KETAHANAN MASYARAKAT DESA

Dalam kerangka pengembangan ketahanan masyarakat desa, terdapat 2 (dua) pilar penting yang perlu menjadi perhatian, yaitu:

Peningkatan Peran LKD

LKD bertanggung jawab untuk menggerakan potensi warga masyarakat desa untuk mengembangkan ketahanan masyarakat desa. LKD mempunyai tugas untuk membangun modal sosial di wilayahnya. Modal sosial yang dibangun akan menjadi modal (potensi) yang sangat besar bagi seluruh warga desa untuk berjaringan di antara sesama warga, maupun dengan pihak luar.

Modal sosial yang harus dibangun oleh LKD:

  1. Menumbuhkan kerjasama dan kepercayaan di antara anggota LKD
  2. Menumbuhkan kerjasama dan kepercayaan antara LKD dengan warga masyarakat
  3. Menumbuhkan kerjasama dan kepercayaan antar kelompok masyarakat
  4. Menumbuhkan kerjasama dan kepercayaan antara LKD, masyarakat dan pihak luar

 

1. Menumbuhkan kerjasama dan kepercayaan antar anggota LKD

Keterbukaan dan kejujuran di antara anggota LKD merupakan unsur yang paling penting untuk bekerjasama. Oleh karena itu LKD harus menerapkan pola-pola hubungan yang jujur dan terbuka, dengan cara:

  • Merumukan semua keputusan dan tindakan bersama, tidak ada anggota yang memutuskan sendiri berdasarkan kepentingannya.
  • Menjalin dialog terbuka dengan diskusi-dikusi secara berkala, saling memberikan informasi dan bertukar pengalaman.
  • Mencatat semua kegiatan yang dilakukan dan informasi yang diterima, agar semua anggota bisa mengakses informasi tersebut (transparansi informasi)
  • Memberikan kesempatan yang sama kepada semua anggota untuk berpendapat dan mengemukakan perasaannya dalam suasana saling menghargai.

2. Menumbuhkan kerjasama dan kepercayaan antara LKD dengan warga masyarakat

Sebagai wadah partisipasi, LKD harus mendapat kepercayaan warganya. Untuk kepentingan tersebut, LKD harus mengembangkan pola-pola hubungan yang timbal-balik antara LKD dengan masyarakat.

Beberapa cara menumbuhkan kepercayaan masyarakat yang bisa dilakukan oleh LKD adalah:

  • Menjalankan tugas yang diamanahkan oleh masyarakat kepadanya dengan pengelolaan yang jujur dan adil. Adil bukan berarti bagi rata, akan tetapi menentukan prioritas berdasarkan kebutuhan yang nyata, bukan untuk kepentingan pribadi.
  • Tidak mencari keuntungan pribadi, tetapi menjalankan tugas dan tanggung jawab semata-mata untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.
  • Mampu melindungi masyarakatnya (terutama warga miskin dan perempuan), tidak memihak kepada kelompok tertentu akan tetapi memberikan kesempatan kepada semua warga untuk terlibat dalam keseluruhan kegiatan.
  • Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada warga mayarakat untuk berpartisipasi dalam proses dari menemukenali masalah (melalui refleksi kemiskinan dan pemetaan swadaya), perencanaan, monitoring dan evaluasi kegiatan, walaupun LKD dapat mengambil keputusan terakhir.
  • Memberikan informasi mengenai kegiatan dan keuangan LKD, dan informasi lain yang dibutuhkan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi tanggung jawab LKD dalam pemberdayaan masyarakat (prinsip transparansi). Transparansi informasi bisa melalui berbagai media, mulai dari papan pengumuman di tempat strategis, rapat tahunan atau rapat lain apabila diperlukan, melalui media warga dan sebagainya.
  • Mempertanggung-jawabkan pengelolaan keuangan melalui sistem audit independen atau cara sejenis lainnya, atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan melalui suatu rapat pertanggungjawaban dan kebijakan (prinsip akuntabilitas).

3. Menumbuhkan kerjasama antar warga masyarakat

Untuk mewujudkan desa yang sejahtera, mandiri dan demokratis, masyarakat tidak bisa bergerak sendiri-sendiri, akan tetapi perlu kerjasama di antara mereka. Untuk dapat bekerjasama diperlukan hubungan sosial yang kuat dan guyub (kompak). Oleh karena itu LKD perlu menggerakkan modal sosial di masyarakat dengan menciptakan hubungan-hubungan tersebut dengan berbagai cara di antaranya:

  • Menumbuhkan kepedulian warga dengan menggerakkan kesadaran kritis masyarakat terhadap permasalahan bersama terutama yang menyangkut masalah desa dengan cara melakukan refleksi kritis dengan berbagai pihak, misalnya, melalui Komunitas Belajar Desa, melibatkan seluruh unsur masyarakat di dalam setiap tahapan program dari mulai identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring evaluasi.
  • Menggalang kegiatan yang bisa menumbuhkan kebersamaan melalui kelompok-kelompok minat seperti kelompok-kelompok arisan, kelompok tani, dan lain-lain sehingga mereka menjadi sarana kegiatan bersama.
  • Membangun sikap saling menghargai. Saling percaya di antara anggota kelompok akan tumbuh apabila kelompok dibangun dalam suasana keterbukaan, kejujuran, keikhlasan dan saling peduli di antara anggotanya. Dalam kelompok seperti ini yang menjadi utama tentunya adalah tujuan kelompok, bukan tujuan pribadi. Kejujuran dalam pengelolaan akan menjadi modal untuk dapat dipercaya oleh kelompok masyarakat yang lain baik warga desa setempat atau pihak lain, sehingga kemungkinan untuk bermitra dengan berbagai pihak menjadi semakin terbuka.

4. Menumbuhkan kerjasama antara LKD dengan pihak luar

Apabila kerjasama dan kepercayaan dalam tiga hal di atas dapat terwujud, hal tersebut merupakan modal bagi LKD untuk dapat dipercaya oleh pihak luar. Apabila kepercayaan pihak luar sudah tumbuh, niscaya pemerintah, lembaga swasta, maupun individu-individu akan bermitra dengan LKD.

LKD yang menjunjung tinggi kejujuran, keterbukaan, keadilan, tidak mementingkan kepentingan pribadi dan bekerja untuk kepentingan desa, merupakan modal sosial yang sangat besar untuk dapat memperoleh kepercayaan dari berbagai pihak baik masyarakat desa maupun pihak luar. Dengan demikian, modal sosial ini akan menjadi modal yang sangat penting untuk mengembangkan jaringan dengan berbagai pihak. Dalam keadaan seperti itu harapan tentang masyarakat yang maju dan sejahtera tentunya akan semakin mudah terwujud.

Penguatan Fungsi Paralegal Desa

Salah satu aspek pokok pengembangan ketahanan masyarakat desa adalah dengan memperkuat fungsi paralegal desa.

Beberapa fungsi paralegal desa antara lain :

  1. Melakukan pendampingan hukum bagi masyarakat desa.
  2. Melakukan advokasi hukum.
  3. Paralegal dapat ikut serta mendampingi program/kegiatan yang dikelola oleh kementerian, lembaga non kementerian, pemerintah daerah provinsi dan atau pemerintah daerah kabupaten/kota yang dilaksanakan di desa melalui mekanisme yang diatur oleh peraturan yang berlaku.
  4. Membentuk dan/atau membina masyarakat sadar hukum sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat dalam aspek pemahaman hukum sehingga terwujudnya lingkungan yang berbudaya dan cerdas hukum.
  5. Menjadi mediasi dalam penanganan masalah atau konflik di desa
  6. Mengembangkan sistem pengaduan masyarakat desa

Otoritas Alamiah dan Moral

(Disarikan dari: The 8th Habit, Stephen R. Covey)

Apa itu otoritas moral? Otoritas moral adalah pemanfaatan kebebasan dan kemampuan kita untuk memilih berdasarkan suatu prinsip. Dengan kata lain, bila kita mengikuti prinsip-prinsip dalam hubungan kita dengan sesama kita, kita seperti sedang memasuki wilayah perizinan alam. Hukum alam (seperti gravitasi) dan prinsip-prinsip (seperti rasa hormat, kejujuran, kebaikan, hati, integritas, pelayanan dan keadilan) mengendalikan akibat dari pilihan-pilihan kita. Sebagaimana anda mendapatkan udara dan air yang tercemar kalau anda terus menerus bersikap tidak baik dan tidak jujur kepada orang lain. Dengan pemnafaatan kebebasan dan kemampuan untuk memilih secara bijaksana, dan didasari dengan prinsip-prinsip yang baik, orang yang rendah hati akan memperolah otoritas moral terhadap orang-orang, budaya, organisasi, maupun seluruh masyarakatnya.

Nilai adalah norma sosial, yang bersifat personal, emosional, subyektif, dan dapat diperdebatkan. Kita semua punya nilai-nilai. Bahkan kriminal pun punya nilai-nilai. Pertanyaan yang harus anda ajukan terhadap diri sendiri adalah, apakah nilai-nilai anda didasarkan atas prinsip?. Bila anda runut sampai ujungnya, anda akan menemukan bahwa prinsip-prinsip tersebut adalah hukum alam, yang bersifat impersonal, faktual, objektif dan jelas dari sananya. Berbagai akibat atau konsekuensi ditentukan oleh prinsip, perilaku ditentukan oleh nilai, karena itu hargailah prinsip-prinsip itu!

Orang yang terobsesi dengan ketenaran, adalah contoh dari mereka yang nilai-nilainya mungkin tidak mengakar kuat pada prinsip. Popularitas membentuk pusat moral mereka. Dengan kata lain, keinginan untuk tenar dan tetap tenar menghalalkan segala cara. Mereka tidak tahu sebenarnya siapa mereka itu, dan tidak tahu ke mana sebenarnya arah ”utara” yang benar. Mereka tidak tahu prinsip mana yang harus diikuti, karena kehidupan mereka didasarkan pada nilai-nilai sosial. Mereka tercabik karena tegangan antara kesadarannya akan tuntutan sosial dan kesadaran diri mereka di satu pihak, dan hukum alam dan prinsip di pihak lain. Bila sedang ada dalam pesawat terbang, keadaan seperti itu disebut vertigo. Dalam keadaan itu, Anda kehilangan arah atau acuan ke darat (yang dalam hal ini berarti prinsip) sehingga anda jadi benar-benar bingung dan tersesat. Banyak orang yang menjalankan hidup mereka dengan semacam vertigo, atau kebingungan moral. Anda menyaksikan mereka dalam kehidupan anda dan dalam budaya populer. Mereka tidak mau bersusah payah untuk benar-benar memusatkan dan mendasarkan nilai-nilai mereka pada prinsip-prinsip yang abadi.

Karena itu, tugas pokok kita adalah menentukan di mana ”utara yang sesungguhnya” dan kemudian mengarahkan segalanya ke situ. Kalau tidak, anda akan hidup dengan berbagai konsekuensi negatif yang pasti akan muncul. Sekali lagi, konsekuensi negatif itu tak terelakan karena walau nilai mengendalikan tingkah laku, prinsiplah yang mengendalikan tingkah laku itu. Otoritas moral menuntut pengorbanan atas kepentingan egoistik berjangka pendek, dan keberanian untuk meletakkan nilai-nilai sosial di bawah prinsip-prinsip. Dan nurani kita adalah gudang dari prinsip-prinsip tersebut.

Nurani

Berupayalah untuk mempertahankan percikan api ilahi yang disebut nurani itu tetap menyala (George Washington).

Banyak yang telah dikatakan mengenai pentingnya nurani atau suara hati. Ada banyak sekali bukti yang menunjukkan bahwa nurani-yaitu kesadaran moral kita, cahaya batin kita-merupakan fenomena yang bersifat universal. Kodrat rohani dan kodrat moral manusia itu terlepas dari agama, atau pendekatan agama, budaya, geografi, nasionalitas atau ras tertentu. Kendati demikian, semua tradisi agama besar di dunia ini bertemu di dalam prinsip atau nilai dasar tertentu.

Immanuel Kant berkata, ”Saya selalu dibuat kagum oleh dua hal: langit berbintang-bintang di atas kita, dan hukum moral di dalam diri kita.” Nurani adalah hukum moral di dalam diri kita. Banyak orang yang percaya, demikian juga saya, bahwa nurani adalah suara Tuhan kepada anak-anakNya. Orang lain mungkin saja tidak memiliki keyakinan seperti ini, tetapi tetap mengakui adanya suatu pemahaman yang sudah mereka bawa sejak lahir mengenai kejujuran dan keadilan, mengenai benar dan salah, mengenai apa yang baik dan buruk, mengenai apa yang mendukung dan apa yang mengganggu, mengenai apa yang memperindah dan apa yang merusak, mengenai apa yang benar dan salah. Tentu saja, berbagai budaya yang berbeda menerjemahkan pemahaman moral dasar ini dalam berbagai praktik dan istilah yang berbeda pula, tetapi terjemahan yang berbeda-beda itu tidak meniadakan pemahaman dasar mengenai baik dan buruk.

Ketika bekerja di antara bangsa-bangsa yang menganut beragam agama dan budaya, saya menyaksikan penyingkapan nurani yang bersifat universal itu. Nurani itu sesungguhnya adalah seperangkat nilai, suatu kesadaran mengenai keadilan, kejujuran, rasa hormat, dan sumbangan yang mengatasi budaya-sesuatu yang abadi, yang mengatasi jaman, dan tidak memerlukan bukti lain (self evident). Sekali lagi, hal itu sama jelasnya dengan fakta bahwa kepercayaan menuntut sifat dapat dipercaya.

”Nurani rela berkorban”-mengalahkan diri sendiri dan menundukkan ego demi tujuan, alasan atau prinsip yang lebih tinggi. Pengorbanan itu sesungguhnya berarti melepaskan sesuatu yang baik demi sesuatu yang lebih baik lagi. Kendati demikian dalam benak orang yang melakukan pengorbanan, sesungguhnya tidak ada kerugian, dan hanya si pengamat yang melihat hal itu sebagai pengorbanan.

Pengorbanan itu bisa mengambil banyak bentuk, sebagaimana dia dapat menampakkan diri dalam empat dimensi kehidupan kita: berkorban secara fisik dan ekonomis (tubuh); berupaya mengembangkan pikiran yang terbuka, selalu ingin tahu; dan membersihkan diri dari bermacam prasangka (pikiran); menunjukkan rasa hormat dan cinta mendalam terhadap sesama (hati); menundukkan kehendak diri kita kepada kehendak yang lebih tinggi demi kebaikan yang lebih besar (jiwa).

Nurani megajarkan kepada kita bahwa tujuan dan cara mencapainya tidak terpisahkan, bahwa tujuan sesungguhnya sudah ada sebelumnya dalam cara mencapainya. Immanuel Kant mengajarkan bahwa cara yang digunakan untuk mencapai tujuan sama pentingnya dengan tujuan itu sendiri. Machiavelli mengajarkan sebaliknya, tujuan membenarkan, dan karen itu juga menghalalkan segala cara.

Nurani terus menerus mengingatkan kita akan nilai-nilai dari tujuan maupun cara mencapainya, dan bahwa keduanya tidak terpisahkan. Ego mengatakan kepada kita bahwa tujuan membenarkan caranya, karena ego tidak sadar bahwa tujuan mulia tidak akan pernah dapat diraih dengan cara yang tidak semestinya. Mungkin tampaknya anda bisa mencapai tujuan mulia dengan cara yang tidak semestinya, tetapi akan ada sekian banyak konsekuensi yang tidak diharapkan, yang sebelumnya tidak tampak atau tidak jelas, yang pada akhirnya akan menghancurkan tujuan itu sendiri. Misalnya, anda dapat meneriaki anak anda untuk membersihkan kamarnya. Bila tujuan anda adalah ”kamarnya jadi bersih”, mungkin anda mencapai tujuan itu, tapi ya hanya itu. Saya jamin, cara yang anda pakai itu tidak akan hanya berpengaruh negatif terhadap hubungan anda dengan anak anda, tetapi kamar mereka juga tidak akan tetap bersih bila anda ke luar kota beberapa hari saja.

Nurani secara lebih mendalam merubah visi, disiplin dan gairah kita dengan cara memperkenalkan kita dengan berbagai bentuk hubungan. Dia mendorong kita untuk berpindah dari keadaan mandiri jadi saling tergantung. Ketika hal ini terjadi segala sesuatunya jadi berubah, anda memahami bahwa visi dan nilai harus disebarkan agar menjadi milik bersama, sebelum orang-orang bisa menerima menjadi disiplin yang dilembagakan dalam struktur dan sistem yang mengemban nilai-nilai bersama itu. Visi bersama itu akan menciptakan disiplin dan keteraturan tanpa menuntutnya. Nurani sering menyediakan alasan (kenapa); visi mengidentifikasi apa yang hendak dicapai; disiplin mewakili bagaimana anda mencapainya; dan gairah mewakili kekuatan perasaan dibalik kenapa, apa dan bagaimana tadi.

Nurani mengubah gairah menjadi belarasa atau welas asih (compassion). Dia membangkitkan perhatian tulus kepada orang lain, suatu kombinasi antara simpati dan empati, sehingga kita bisa merasakan penderitaan orang lain. Belarasa adalah perwujudan gairah dalam keterkaitan kita dengan orang lain.

Bila kita berusaha untuk hidup menurut nurani kita, nurani itu akan membangkitkan integritas dan ketenangan pikiran. Seorang pastor projo kelahiran Jerman yang sekaligus juga pembicara dan penulis yang membangkitkan motivasi, William J.H. Boetcker, pada awal abad kedua puluh mengatakan, ”Bila anda akan mempertahankan rasa hormat anda terhadap diri sendiri, lebih baik membuat orang lain tidak senang dengan melakukan hal-hal yang anda ketahui salah.” Kehormatan dan integritas itu pada gilirannya akan membuat orang yang memilikinya mampu menjadi baik hati sekaligus berani. ” Baik hati dalam arti bahwa dia akan menunjukkan rasa hormat yang mendalam terhadap orang lain, terhadap pandangan, perasaan, pengalaman, dan keyakinan mereka”. Berani dalam arti bahwa mereka dapat mengemukakan keyakinan mereka sendiri tanpa ancaman pribadi. Benturan di antara berbagai pendapat yang berbeda bisa menghasilkan alternatif ketiga, yang lebih baik daripada gagasan pertama yang muncul. Ini merupakan sinergi yang sesungguhnya, dimana keseluruhannya lebih besar daripada jumlah total bagian-bagiannya.

Orang yang tidak hidup dari nuraninya tidak akan mengalami integritas batiniah dan ketenangan pikiran. Ego mereka akan terus berusaha mengendalikan hubungan dengan orang lain. Kendati barangkali mereka bisa berpura-pura baik hati dan berempati, mereka akan menggunakan manipulasi halus, bahkan bisa lebih jauh terlibat dalam perilaku diktator, yang sepintas lalu kelihatan baik, tetapi sesungguhnya tidak.

 “Wabah Virus” Ketidakjujuran

(Disarikan dari: ”A Book of Wisdom”, Tasirun Sulaiman)

“Dan manusia itu ssungguhnya mencintai yang serba cepat”

(QS Al-Qayimah – 75 : 20 )

Susu dan Air

Seperti biasa khalifah Umar r.a. keliling di malam hari untuk memeriksa keadaan kaum Muslimin.

Ketika beliau sedang melintasi sebuah rumah seorang janda, tiba-tiba harus menghentikan langkahnya. Sang Khalifah kemudian mengendap-endap dan mendengar sebuah percakapan dari dalam rumah.

”Nak, campuri saja susunya dengan air biar banyak,” kata sang ibu.

”Jangan bu, karena khalifah Umar telah mengeluarkan peraturan, dan kita tidak boleh melanggarnya,” jawab si anak.

” Tidak apa nak, kan Khalifah Umar r.a tidak mengetahuinya,” timpal sang ibu.

”Benar bu, Khalifah Umar tidak melihatnya, tapi Allah Swt, mengetahuinya”. Jawab si anak.

Percakapan mereka malam itu membuat hati Khalifah Umar benar-benar terharu. Beliau selalu memikirkan kejadian tersebut dan penasaran ingin mengetahui lebih jauh.

Karenanya, keesokannya Khalifah Umar megutus pembantunya untuk menyelediki lebih detil lagi keadaan penghuni rumah itu: Khalifah ingin tahu dan menegaskan siapakah mereka itu sebenarnya?

Setelah menyelidiki dan mendapatkan gambaran keluraga itu, akhirnya diketahui kalau sang ibu itu adalah seorang janda dan anak putrinya adalah seorang gadis.

Khalifah Umar r.a. kemudian memanggil putranya Ashim. Ketika Ashim mendekat, beliau berkata: ”Pergilah putraku, temui seorang gadis. Ayah mengenalnya ketika sedang berkeliling. Nikahilah dia. Ayah berharap dia akan melahirkan seorang pahlawan yang mau memimpin kejayaan Islam kelak”.

Ashim kemudian menuju rumah gadis itu lalu melamarnya. Dari pernikahan itu lahirlah seorang anak perempuan. Singkat cerita, anak perempuan itu kemudian dinikahi Abdul Aziz bin Marwan dan dari pernikahan mereka lahir seorang anak laki-laki bernama Umar bin Abdul Aziz, seorang Khalifah yang sangat harum namanya karena kejujuran dan keadilannya.

”Bermain Api” dengan ketidakjujuran

Masih perlukah sikap jujur, di negeri dimana moral sudah tidak lagi bersendi? Moral sudah berserak-serak?. Korupsi dimana-mana: dari birokrasi hingga lembaga perwakilan, dari pusat sampai ke desa, dari pejabat tinggi sampai RT. Apakah tidak merugi kita bersikap jujur?.

Kejujuran adalah bawaan lahir manusia. Manusia betapapun rusak akhlaknya, tetap mencintai kejujuran. Seorang penjahat sungguh tidak pernah menginginkan anaknya menjadi penjahat. Seorang penipu tidak pernah terlintas dalam pikirannya agar anaknya menjadi penipu juga. Bahkan seorang koruptor juga tidak ingin anaknya melanjutkan karir sebagai koruptor.

Mereka yang tidak jujur sebenarnya memiliki rasa bersalah. Mereka lantas menyalahkan keadaan: blaming the others. Seperti menyalahkan punya anak banyak. Punya istri banyak. Teman-temannya juga koruptor. Keadaan memaksa kalau tidak korup tidak akan langgeng menduduki jabatan karena jabatan itu menjadi transaksi korupsi.

Kenapa korupsi merajalela?. Karena moral dan kejujuran sudah tidak dibudayakan. Moral dan kejujuran sebagai hiasan dan formalitas saja. Nama boleh diawali dengan Haji, KH, DR, SH, apalagi gelar-gelar yang mencerminkan manusia berpendidikan dan mengerti apa itu etika-kaidah benar dan salah-tapi kalau sudah berdekatan dengan masalah uang, langsung meleleh. Berubah warna dan pudar.

Manusia juga sesungguhnya menyukai cara-cara yang instan dan cepat untuk mencapai tujuannya. Akhirnya, demi mencapai tujuan, cara apa pun bisa ditempuh. Apakah bertentangan dengan moral dan ajaran agama, itu tidak penting lagi. Yang penting adalah bagaimana saya mendapat keuntungan sebesar-besarnya dalam tempo sesingkat-singkatnya. Masalah orang lain menderita kerugian itu urusan lain.

Sekilas, ketidakjujuran terlihat menguntungkan, tapi sesungguhnya ketidakjujuran justru awal dari kejatuhan. Tidak saja kejatuhan moral dan integritas, tetapi kajatuhan ruhani. Bahkan, bisa dikatakan kebangkrutan ruhani. Kalau terus menerus tidak jujur, lama-lama dia akan hancur.

Jalan kejujuran itu mirip dengan istilah jalan yang benar: jalan benar bukan berarti lurus seperti jalan tol. Tapi bisa jadi jalan yang benar itu berkelok-kelok. Sementara itu ketidakjujuran mirip dengan jalan pintas yang mengahantarkan seseorang tapi membahayakan. Ketidakjujuran terlihat dari luarnya menguntungkan, tapi sesungguhnya merugikan karena mengorbankan sesuatu yang paling berharga sebagai mansuia: concience atau hati nurani. Orang yang tidak jujur selalu bertentangan dan bertarung dengan dirinya. Oleh karenanya, dia tidak akan pernah merasakan kepuasan dan kebahagiaan hidup.

Sekali seseorang berlaku tidak jujur, maka dia juga akan melakukan hal yang sama untuk kasus-kausus lainnya. Jadi, ketidakjujuran ibarat bara api yang akan merembet dan menghabiskan gulungan kayu, bahkan hutan. Susah dihentikan. Hati –hatilah dengan perbuatan tidak jujur, meski hanya sekali.

Semakin Kaya Semakin Kurang

(dari: ”A Book of Wisdom”, Tasirun Sulaiman)

Hartamu yang sesungguhnya adalah
yang engkau berikan di jalan kebenaran ”.

Raja Termiskin

Suatu siang seorang guru sufi mendengar keriuhan dan kegaduhan melanda desanya. Teriakan manusia berserakan di udara, ingar bingar dicampur dengan ringkikan kuda, lenguhan sapi dan kerbau, embikan kambing dan lainnya, orang–orang desa sepertinya sedang dicekam rasa takut dan kalut yang sangat. Sang guru sufi yang sedang asyik berzikir di gubuknya pun terusik, hingga diapun berhenti dan ke luar ingin melihat apa yang sedang terjadi.

Dari kejauhan sang guru sufi dapat meihat beberapa tentara kerajaan sedang menjarah uang orang-orang desa. Mereka yang tidak punya uang harus merelakan binatang ternaknya digondol. Mereka yang menentang ditendang atau dihajar. Oleh karena itulah kemudian orang-orang desa berlarian menyeret-nyeret hewan ternaknya agar bisa diselamatkan.

Sang guru sufi kembali masuk ke dalam gubuknya dan melanjutkan zikirnya. Siangnya orang-orang desa mengerumuni gubuk sang guru sufi. Mereka mengeluhkan kekejaman yang dilakukan sang raja.

Entah bagaimana, dua hari kemudian sang guru dijemput seseorang utusan dari raja zalim itu agar datang ke istana. Kabarnya, sang raja zalim itu ingin bertemu dengannya. Kemasyuharan sang guru sufi dalam hal kearifan dan kesalehan membuat sang raja ingin bertemu dengannya. Sesampai di istana, sang guru sufi diantar pengawal menemui raja.

Sang raja sangat senang dengan kedatangan sang guru sufi. Sang raja pun menyilakan duduk dengan senyum lebar. Gigi sang raja terlihat di bawah rerimbunan kumis yang lebat. Setelah berbicara banyak, sang raja pun merasa senang dan puas dengan kearifan sang guru sufi. Lalu sang raja menyuruh pembantunya mengambil satu kantong uang untuk diberikan pada sang guru sufi.

Tapi, apa yang terjadi? Sang guru sufi yang penampilan luarnya sangat sederhana, sebagai seorang darwis, pengemis, tiba-tiba menolak uluran tangan dari sang raja.

Raja sangat heran ketika sang guru sufi berkata ”Saya kira baginda lebih layak menerima pemberian ini”

”Kenapa begitu?” sergah sang raja dengan mata terbelalak keheranan.

”Karena sang rajalah yang termiskin di negeri ini!” jawab sang guru sufi.

Raja hanya bisa termenung. Sang guru sufi pun kemudian bergegas meninggalkan istana.

Dunia itu Hanya Secuil

Pernahkah kita menolak pemberian orang lain, apalagi dalam bentuk uang tunai, cash? Jawabannya, tidak pernah. Bahkan orang-orang yang uangnya sudah berlimpah pun masih berharap diberi uang. Buktinya soal hadiah yang ujung-ujungnya penipuan itu juga berpangkal keinginan mendapatkan pemberian.

Dalam ungkapan kearifannya masyarakat Barat dikatakan, ”Golden key open every door”. Maksudnya, kalau kita datang dan membawa hadiah atau oleh-oleh, orang akan menerima kita dengan senang hati. Tidak ada istilah penolakan atau ungkapan kebohongan seperti yang pernah diceritakan teman saya.

Teman saya yang kebetulan adalah ketua ikatan remaja masjid, katanya benar-benar kecewa ketika dia mendatangi seorang mubalig untuk sebuah perayaan di masjidnya. Ketika dia datanga ke rumah mubalig itu, katanya sang mubalig sedang tidak ada di rumah, padahal kata panitia sang mubalig ada, kenapa?.

Wallahua’lamu bishawwab, tapi saya percaya dengan ungkapan teman saya itu, katanya karena mungkin bayaran yang diterima tahun lalu tidak sesuai ”tarif” yang diinginkan sang mubalig. Cerita seperti itu bukan hanya saya dengar dari teman saya saja, ternyata di surat kabar juga dalam rubrik surat pembaca saya pernah membacanya.

Jadi ungkapan kearifan masyarakat Barat itu sesungguhnya berlaku juga untuk mubalig tadi. Ia tidak bekerja secara efektif, bahkan boleh dibilang tidak berpengaruh terhadap kewaraan-keinginan terus menjaga kesucian-sang guru sufi.

Kenapa sang guru sufi yang darwis dengan kehidupan sangat sederhana, bahkan meminjam istilah developer (pengembang) triple s, sangat-sangat sederhana, ternyata menolak pemberian itu? Jawabannya, tidak lain adalah kesucian hati dan jiwa. Dia tidak ingin zikir yang dilakukannya siang malam hanya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah, Swt, sirna begitu saja karena harta yang tidak halal itu.

Guru sufi sudah merasakan kecukupan dengan bisa hidup tenteram dan damai dalam rengkuhan cinta ilahi. Hati dan jiwanya begitu terang dalam dekapan cahaya cinta Ilahi. Sehingga dia tidak menginginkan yang lainnya. Maqam (tingkatan) paling tinggi, dimana hubungan seorang hamba begitu dekat antara dirinya dan Allah, Swt. Inilah bentuk dari segala kebahagiaan yang didambakannya.

Sekaya apa pun dan seberapa banyak harta yang dimiliki seseorang, apalagi diperoleh dengan cara-cara yang tidak dibenarkan agama, seperti: memeras, merampok, korupasi, suap dll, adalah bentuk kemiskinan yang sesungguhnya. Semakin bertambah hartanya, rasa kurangnya juga bertambah.

Kenapa sang guru sufi mengatakan kalau rajalah yang layak atas uang itu?. Sang guru sufi melihat keserakahan merasuki sang raja akan kekayaan duniawi. Padahal menurut pandangan dan keyakinan sufi kekayaan duniawi itu hanya secuil.

Lalu yang secuil saja diambil dengan cara –cara yang kotor seperti menjarah dan memeras. Lalu berapa nilainya kalau begitu?. Tidak ada.

Tentang lemewahan, kemegahan dan kenikmatan dunia, Rasulullah Saw pernah bersabda dengan menyatakan bahw aperumpamaannya adalah mirip air yang tersisa di jari telunjuk setelah dicelupkan ke dalam lautan.

Jadi, kehidupan dunia itu sesungguhnya tidak ada apa-apanya.

Kekayaan Manusia yang Terbesar

(Dari Kebahagiaan yang Membebaskan, Gede Prama)

”Bagi setiap pejalan kehidupan yang sudah mencoba serta berjalan jauh di jalur-jalur ’cukup’, segera akan mengerti, memang merasa cukuplah kekayaan manusia yang terbesar”

Seorang sahabat yang mulai kelelahan hidup, pagi bangun, berangkat ke kantor, pulang malam dalam kelelahan, serta amat jarang bisa merasakan sinar matahari di kulit, kemudian bertanya, ”Untuk apa hidup ini?” Ada juga orang yang sudah benar-benar telah mengungsi (kecil mengungsi di rumah orang tua, dewasa mengungsi ke lembaga pernikahan, tua mengungsi di rumah sakit), dan juga bertanya serupa. Objek sekaligus subjek yang dikejar dalam hidup memang bermacam-macam. Ada yang mencari kekayaan, ada yang mengejar keterkenalan, ada yang lapar dengan kekaguman orang, ada yang demikian seriusnya di jalan-jalan spiritual sampai mengorbankan hampir segala-galanya. Dan tentu saja sudah menjadi hak masing-masing orang untuk memilih jalur bagi diri sendiri.

Namun yang paling banyak mendapat pengikut adalah mereka yang berjalan atau berlari memburu kekayaan (luar maupun dalam). Pedagang, pengusaha, pegawai, pejabat, petani, tentara, supir, penekun spiritual sampai dengan tukang sapu, tidak sedikit kepalanya yang diisi oleh gambar-gambar hidup agar cepat kaya. Sebagian malah mengambil jalan-jalan pintas.

Yang jelas, pilihan menjadi kaya tentu menjadi sebuah pilihan yang bisa dimengerti. Terutama dengan kaya materi manusia bisa melakukan lebih banyak hal. Dengan kekayaan di dalam, manusia bisa berjalan lebih jauh di jalan-jalan kehidupan. Dan soal jalur menjadi kaya mana yang akan ditempuh, pilihan yang tersedia memang amat melimpah. Dari jualan asuransi, ikut MLM, memimpin perusahaan, jadi pengusaha sampai dengan jadi pejabat tinggi. Namun, salah seorang bijak dari Timur pernah menganjurkan sebuah jalan: Contentment is the greatest wealth. Tentu agak unik kedengarannya terutama di zaman yang serba penuh dengan hiruk-pikuk pencarian keluar. Menyebut cukup, sebagai kekayaan manusia terbesar, tentu bisa dikira dan dituduh miring.

Ada yang mengira itu menganjurkan kemalasan, ada yang menuduh anti kemajuan, dan tentu saja tidak dilarang untuk berpikir seperti ini. Cuman, bagi setiap pejalan kehidupan yang sudah mencoba serta berjalan jauh di jalur-jalur “cukup”, segera akan mengerti, memang merasa cukuplah kekayaan manusia yang terbesar. Bukan merasa cukup kemudian berhenti berusaha dan bekerja. Sekali lagi bukan. Terutama hidup serta alam memang berputar mellaui hukum-hukum kerja. Sekaligus memberikan pilihan-pilihan yang mengagumkan, bekerja dan lakukan tugas masing –masing sebaik-baiknya, namun terimalah hasilnya dengan rasa cukup.

Dan ada yang berbeda jauh di dalam sini, ketika tugas dan kerja keras sudah dipeluk dengan perasaan cukup. Tugasnya berjalan, kerja kerasnya juga berputar. Namun rasa syukurnya mengagumkan. Sekaligus membukakan pintu bagi perjalanan kehidupan yang penuh dengan kemesraan. Tidak saja dengan diri sendiri, keluarga, tetangga serta teman. Dengan semua perwujudan Tuhan manusia mudah terhubung ketika rasa syukurnya mengagumkan. Tidak saja dalam keramaian manusia menemukan banyak kawan, di hutan yang paling sepi xeklaipun menemukan banyak teman.

Dalam terang cahaya pemahaman seperti ini, rupanya merasa cukup jauh dari lebih sekedar memaksa diri agar lebih damai. Awalnya, apapun memang diikuti keterpaksaan. Namun begitu merasa cukup nyaman ke sarang laba-laba kehidupan. Dimana semuanya (manusia, binatang, tetumbuhan, batu, air, awan, langit, matahari, dll) serba terhubung sekaligus menyediakan rasa aman nyaman di sebuah titik pusat.

Orang tua mengajarkan hidup berputar seperti roda. Dan setiap pencaharian kekayaan ke luar yang tidak mengenal rasa cukup, mudah sekali membuat manusia terguncang menakutkan di pinggir roda. Namun di titik pusat, tidak ada putaran. Yang ada hanya rasa cukup yang bersahabatkan hening, jernih sekaligus kaya. Bagi yang belum pernah mencoba, apalagi diselimuti ketakutan, keraguan dan iri hati, hidup di titik pusat berbekalkan rasa cukup memang tidak terbayangkan. Hanya keberanian untuk melatih dirilah yang bisa membukakan pintu dalam hal ini.

Hidup yang ideal memang kaya di luar sekligus di dalam. Dan ini bisa ditemukan orang-orang yang mampu mengkombinasikan antara kerja keras di satu sisi, serta rasa cukup di sisi lain. Bila orang-orang seperti ini berjalan lebih jauh lagi di jalan yang sama, akan datang suatu waktu dimana bahagia dengan hidup yang bodoh di luar, namun pintar mengagumkan di dalamnya. Ini bisa terjadi, karena rasa cukup membawa manusia pelan-pelan mengurangi ketergantungan akan penilaian orang lain. Jangankan dinilai baik dan pintar, dinilai buruk sekaligus bodoh pun tidak ada masalah.

Salah satu manusia yang sudah sampai di sini bernama Susana Tamaro. Dalam novel indahnya berjudul Pergi Ke Mana Hati Membawamu. Ia kurang lebih menulis: ”Kata-kata ibarat sapu”. Ketika dipakai menyapu, lantai lebih bersih namun debu terbang ke mana-mana. Dan hening ibarat lap pel. Lantai bersih tanpa membuat debu terbang. Dengan kata lain , pujian, makian, kekaguman, kebencian dan kata-kata manusia sejenis, hanya menjernihkan sebagian, sekligus memperkotor di bagian lain (seperti sapu). Sedangkan hening di dalam bersama rasa cukup seperti lap pel, bersih, jernih tanpa menimbulkan dampak negatif.

Manusia lain yang juga sampai di sini bernama Chogyum Trungpa, di salah satu karyanya yang mengagumkan (Shambala, the Sacred Path of the Warrior) ia menulis:”This basic wisdom of Shambala is that in this worl, as it is, we can find a good and meaningful human life that will also serve others. This is richness”. Itulah kekayaan yang mengagumkan, bahwa dalam hidup yang sebagaimana adanya (bukan yang seharusnya) kita bisa menemukan kehidupan berguna sekaligus pelayanan bermakna buat pihak lain.

PERAN BHABINKAMTIBMAS DALAM PENGELOLAAN DANA DESA

Kehadiran Bhabinkamtibmas sebagai entitas kepolisian negara dalam proses pengelolaan Dana Desa di landasi oleh perjanjian kerja sama (PKS) antara Kementerian Desa, Kementerian dalam Negeri, dan Porli No. 01/SJ/PK/I/2018. Sehubungan dengan kompetensi Bhabinkamtibmas dalam penguasaan komunikasi sosial dengan para tokoh teritorial Desa tempat tugasnya, maka diharapkan titik berat peran Bhabinkamtibmas dalam pembinaan / pengawalan lebih berfungsinya BPD dalam menjalankan peran sosialnya sebagai pemegang otoritas wakil warga yang berhak melakukan pengawasanDana Desa secara utuh, sebagai berikut.

Peran Dalam Perencanaan Dana Desa

1. Memperkuat sinergi 3 pilar Desa.

Bhabinkamtibmas mengajak BPD dan tokoh mansyarakat secara pro-aktif menggalang terjadinya komunikasi positif 3 pemangku utama kegiatan Desa, yaitu: Kepala Desa, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa.

Bhabinkamtibmas menghimbau Kepala Desa beserta jajaran parat Desa untuk mempublikasikan data rencana dan realisasi / progress penggunaan Dana Desa  secara transparan dan Akuntable.

Dalam rangka sinergi 3 Pilar ini terdapat fakta di Papua dimana ada Desa-Desa dibawah binaan Kodim dan hanya Babinsa yang berperan di Desa-Desa tersebut tanpa keterlibatan Bhabinkamtibmas. Keadaan seperti ini tidak akan terjadi apabila sinergi 3 Pilar berjalan dengan semestinya.

2. Mengawal BPD menjalankan tugas penyelenggaraan Musdes. Bhabinkamtibmas berinisiatif memperkuat fungsi peran BPD dalam proses penyusunan perencanaan dan penganggaran Dana Desa yang mencakup mulai dari penyusunan RPJMDes, RKPDes hingga penetapan Peraturan Desa (Perdes) tentang APBDesa.

Bhabinkamtibmas membantu memfasilitasi terjadinya proses Musyawarah Desa  dengan melibatkan masyarakat secara aktif di dalamnya. Apabila dalam proses perencanaan dan penganggaran tersebut Kepala Desa  tidak melaksanakan Musyawarah Desa karena kendala resistensi unsur lain (aparat Desa / supra Desa / kelompok masyarakat tertentu), maka Bhabinkamtibmas dapat mengadvokasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau mengingatkan Kepala Desa  agar mendukung fasilitasi pelaksanakan Musdes dibawah pimpinan BPD sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan per Undang–Undangan

 Peran Dalam Pelaksanaan Dana Desa

1. Pembinaan giat sambang

Bhabinkamtibmas dapat melakukan giat sambang secara Door To Door system (DDS) kepada masyarakat untuk mengumpulkan informasi tentang penggunaan Dana Desa, sekaligus penyuluhan atas hak dan peran warga dalam program kegiatan Dana Desa untuk kepentingan kesejahteraan warga Desa.

2. Pembinaan penerapan regulasi & semangat cegah korupsi

Melakukan pemantauan atas pelaksanaan regulasi, di dalamnya menyampaikan penyuluhan tentang pencegahan korupsi dalam rangka penggunaan Dana Desa. Sekaligus mengingatkan masyarakat tentang prioritas penggunaan Dana Desa dalam periode waktu tertentu agar penggunaan Dana Desa tidak menyimpang dari aturan yang sudah di tetapkan.

3. Memfasilitasi bantuan keamanan

Memfalisitasi bantuan pengamanan dan pengelolaan Dana Desa, apabila diminta dapat melakukan pengawalan bendahara Desa pada saat pengambilan dana dari Bank yang memerlukan transoprtasi jauh (bisa dibantu fasilitas komunikasi dengan Polres atau Polsek setempat).

4. Membantu penyelesaian masalah

Mendampingi Kepala Desa / BPD / Kecamatan dalam hal diskusi merumuskan penyelesaian masalah Dana Desa yang dilaporkan oleh masyarakat, termasuk memberikan dukungan dan memfesilitasi penanganan masalah yang berkaitan dengan penegakan hukum.

5. Mendukung peran BPD menjalankan tugas fungsinya.

Bhabinkamtibmas mendukung dan memperkuat mental BPD dalam menjalankan tugas fungsinya, antara lain:

  • Peran BPD menghimbau/memperingatkan Kepala Desa beserta Aparat Desa, guna melaksanakan regulai dan transparansi kegiatan Dana Desa dengan cara memasang baliho/papan proyek/web site yang menjelaskan rincian komponen anggaran kegiatan Dana Desa.
  • Memperkuat peran BPD melakukan pengawasan termasuk dapat memeriksa pembukuan dan bukti transaksi yang dilaksanakan TPK/Aparat Desa,
  • Membina BPD dalam memantau kegiatan Dana Desa termasuk menampung pendapat / keluhan warga atas permasalahan yang membebani warga Desa guna menyuarakan dan mencarikan solusi baiknya pada forum komunikasi/ musyawarah Desa.

Peran Dalam Pengawasan Dana Desa

1. Pengawasan menyeluruh.

Bhabinkamtibmas turut memantau bagaimana perjalanan proses pengelolaan Dana Desa secara komprehensif: mulai dari penyaluran, perencanaan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasi kegiatan Dana Desa.

Bhabinkamtibmas memberikan bantuan kepada BPD dan Kepala Desa dalam menyelesaikan permasalahan yang menghambat kelancaran program kegiatan Dana Desa yang bertujuan mensejahterakan warga Desa.

Bhabinkamtibmas mengutamakan pengawasan bersifat pembinaan / pre-emptif atau preventif, dan hanya menggunakan pendekatan represif apabila sudah dicoba upaya pembianaan disertai peringatan / tegoran tertulis oleh BPD kepada aparat Desa, namun tetap tidak terjadi perbaikan pengelolaan Dana Desa.

2. Menerima Laporan Masyarakat.

Bhabinkamtibmas dapat menerima laporan masyarakat atas dugaan penyalah gunaan/pelanggaran Dana Desa. Berdasarkan laporan masyarakat tersebut maka Bhabinkamtibmas menginformasikan kepada BPD. Selanjutnya BPD akan menindak lanjuti masalah tersebut.

3. Penyelesaian Masalah yang dilaporkan.

Dalam hal telah diterimanya laporan masyarakat, disamping skema penyelesaian masalah melalui forum 3 pilar Desa diatas, Bhabinkamtibmas juga dapat membantu proses solusinya melalui forum penyelesaian permasalahan berjenjang sebagaimana penjelasan reff “sub-bab 3,3, Pelaporan dan Pengawasan”, seperti diatas.

4. Penyelesaian Pelanggaran Hukum.

Namun apabila atas pertimbangan sendiri dipandang perlu mendapatkan penyelesaian lebih cepat guna memberikan dampak konstruktif bagi kepentingan masyarakat warga Desa, maka Bhabinkamtibmas dapat menjalankan otoritasnya untuk mecatatkn laporan pada instansi kepolisian untuk menindak lanjuti penyelidikan guna memperoleh bukti awal cukup, selanjutnya berkoordinasi dengan Aparatur Pengawasan Internal (APIP) daerah Kabupaten / Kota, kecuali dalam hal tertangkap tangan.

Apabila ditemukan bukti permulaan pidana, atau tangkap tangan, maka kasus ditindak lanjuti penegakan hukum pidana, dan permasalahan dilanjutkan melalui prosedur instansi Kejaksaan atau Kepolisian.

Sinergitas Bhabinkamtibmas dan Pendamping Lokal Desa

Pendamping Lokal Desa adalah perpanjangan tangan dari fungsi pendampingan yang ditempatkan oleh Kementerian Desa, PDTT, dengan tugas utama serta kompetensi membantu Warga Desa dan Aparat Desa dalam rangka menjalankan pengelolaan program Dana Desa sesuai regulasi. Sedangkan Bhabinkamtibmas adalah anggota unsur Kepolisian RI yang ditempatkan dengan tugas utama serta kompetensi menjaga ketertiban sosial dan keamanan kawasan Desa termasuk aspek penegakan hukum.

Dalam melaksanakan tugas bersama yaitu pembinaan, pendampingan dan pengawalan untuk kelancaran proses pengelolaan Dana Desa oleh warga Desa dan Aparat Desa, telihat bahwa penugasan:  Pendamping Lokal Desa, maupun pihak Bhabinkamtibmas, memiliki tugas pada bidang dan tujuan serta wilayah kerja Desa yang sama. Apabila dalam hal ini tidak dilakukan komunikasi koordinasi antara keduanya, maka tidak mustahil bisa terjadi tumpang tindih dan friksi dalam cara pandang maupun pendekatan tugas yang potensial dokonstruktif terhadap proses pengelolaan Dana Desa.

Sehubungan hal tersebut diatas, maka perlu diadakan koordinasi lapangan antara Pendamping Lokal Desa dengan Bhabinkamtibmas, guna merumuskan kesepahaman menjalankan titik berat tugas (fokus bidang kegiatan) yang saling melengkapi dan memperkuat proses pengelolaan Dana Desa lebih konstruktif, sabagai berikut.

1. Titik berat tugas Pendamping Lokal Desa (PLD)

Sesuai dengan kompetensi dari hasil pelatihan yang diberikan kepada Konsultan Pendamping Lokal Desa, direkomendasikan fokus tugas pendampingan sebagai berikut:

  • Memberikan syiar pengetahuan dan motivasi kepada warga Desa dan aparat Desa perihal: peraturan terkait proses pengelolaan Dana Desa; cara mengenali potensi Desa dan teknik prioritasi penggunaan Dana Desa; bimbingan cara membuat perencanaan bersifat teknis; pendampingan tata cara penyiapan dan proses Musdes; pendampingan penyiapan dokumentasi, sampai dengan bergulirnya penyaluran Dana Desa.
  • Memberikan layanan pendampingan kepada aparat Desa, perihal: proses pelaksanaan teknis program Dana Desa; penyiapan dokumen sesuai ketentuan swakelola; penerapan ketentuan pengadaan barang dan jasa di Desa; ketentuan PKT 30%; penyiapan laporan pertanggung jawaban guna memenuhi persyaratan regulasi.
  • Melakukan monitoring kegiatan Dana Desa serta memberikan laporan kepada Tim PD Kecamatan, Tim P3MD Kabupaten / Sekber Dana Desa Kabupaten yang kemudian bertugas mengkosolidasikan laporan kinerja Dana Desa kepada KemenDesa PDTT.

2. Titik berat tugas Bhabinkamtibmas

Sesuai dengan kompetensi penguasaan kondisi sosial kemasyarakatan Desa oleh Bhabinkamtibmas, maka direkomendasikan fokus tugas pembinaan oleh Bhabinkamtibmas sebagai berikut:

  • Memberikan syiar kesadaran dan motivasi kepada warga Desa dan aparat Desa agar: mampu menempatkan posisi dan menjalankan peran fungsinya dalam menjalankan regulasi Dana Desa. Khususnya dalam hal ini memberikan penguatan terhadap lembaga BPD serta mengawal berlangsungnya proses Musyawarah Desa sesungguhnya, dibawah koordinasi pimpinan BPD.
  • Memberikan pendampingan penguatan kepada lembaga BPD dan warga Desa, perihal: peran dan fungsinya terlibat dalam partisipasi gotong royong Dana Desa; motivasi warga turut mengawasi Dana Desa agar tidak terjadi penyimpangan; motivasi BPD dan lembaga kemasyarakatan Desa menjalankan fungsi tugas pengawasan dan terproteksi dari potensi intervensi dekonstruktif pihak luar/supra Desa yang bertujuan memperlemah pengawasan warga Desa melalui BPD, mengingatkan para stake holder yang terlibat pengelolaan Dana Desa agar menjalankan peran nya sesuai ketentuan yang berlaku.
  • Melakukan monitoring kegiatan Dana Desa, menerima laporan pengaduan masyarakat, membantu mencar solusi permasalahan serta memberikan laporan kepada Sekber Dana Desa Kabupaten dan Instansi Kepolisian (Polsek / Polres) sesuai penugasan khusus yang diberikan.

TITIK RAWAN PENYELEWENGAN DANA DESA

Hasil gambar untuk dana desa 2020"

 

Berikut adalah daftar potensi terjadinya penyelewengan Dana Desa, dirumuskan dari hasil monitoring dan evaluasi Satgas Dana Desa sebelumnya.

Proses Penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKDesa

Pemberian suap / hadiah / gratifikasi

Potensi pelaku adalah unsur oknum supra Desa, yang kemungkinan bisa dilakukan oleh instansi penentu dalam proses penyaluran Dana Desa, antara lain: unsur pejabat Pemerintah Daerah; Dinas/Badan pengelola keuangan dan asset daerah (DPKAD); Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD); Kecamatan; dan unsur Kabuoaten terkait lain.

Modus tindakan, dengan cara memberikan tekanan dalam proses penyaluran, diantaranya: memberikan persyaratan tambahan diluar regulasi; memberikan penilaian dengan parameter subyektif; mengkreasi prosedur ekstra, sedemikian rupa pejabat Aparat Desa menghadapi kesulitan dalam memperbaiki dokuman menurut syarat-syarat modifikasi yang diminta, sampai terjadi keterlambatan melebihi batas wajar dalam jadwal kerja pemerintah Desa.

Dampak yang sudah diperhitungkan dalam kasus ini mengerucut akan terbentuknya opsi solusi: meminta advis atau melimpahkan proses penyiapan dokumen dengan imbalan suap / hadiah / gratifikasi, sehingga target penyaluran Dana Desa sukses di realisasi.

Pemotongan anggaran Dana Desa

Potensi pelaku adalah unsur oknum supra Desa, yang terlibat dalam proses konsolidasi penerimaan laporan atau proses penyiapan dokumen transfer Dana Desa dari RKUD disalurkan ke RKD.

Modus tindakan antara lain: memintakan persetujuan atas pemotongan Dana Desa dengan opsi variasi dalih: digunakan untuk koordinasi dengan instansi lain, digunakan untuk menyusun konsoidasi laporan realisasi anggaran, atau untuk prasyarat proses penyaluran tahap berikutnya.

Dampak yang sudah diperhitungkan dalam kasus ini: pihak aparat Desa merasa takut gagal proses penyaluran, sampai merasa terpaksa memberikan persetujuan dan membayar sejumlah pemotongan anggaran yang diminta.

Pemberian fee penyaluran Dana Desa tunai

Potensi pelaku adalah unsur oknum supra Desa, yang terlibat dalam proses pencairan/penyerahan Dana Desa dari RKUD ke RKD diserahkan secara tunai.

Modus tindakan antara lain: dengan alasan kesulitan geografis atau ketersediaan bank lantas pihak Pemerintah Daerah tidak mengatur dalam Peraturan Bupati/WaliKota perihal tata cara penyerahan/penyaluran secara tunai, yang semestinya ada berita acara dan tanda bukti serah terima untuk itu.

Dampak yang sudah diperhitungkan dalam kasus ini: penyerahan tunai melalui aparat DPKAD/Camat/Petugas Khusus tidak mengadakan bukti berita acara dengan benar atau melakukan negosiasi penyerahan kepada Kepala Desa / Bendahara Desa.

Proses Perencanaan Dana Desa

Titik rawan penyelewengan yang dilakukan dalam proses perencanaan dana Desa adalah dalam penyusunan RPJMDes, RKPDes dan APBDes kontrakkan pada pihak ketiga tanpa dilakukan Musdes. Sementara anggaran untuk pengerjaan oleh pihak ketiga tidak dapat dianggarkan pada APBDes. Akibatnya disamping aspirasi mayarakat tidak tertampung dalam proses penyusunan ketiga dokumen tersebut juga upaya-upaya mark up anggaran dalam pelaksanaan pasti akan dilakukan oleh kepala Desa dan bahkan ada kemungkinan kegiatan fiktif untuk menutup beban biaya pihak ketiga.

Proses Pelaksanaan Dana Desa.

Mark Up biaya Dana Desa

Potensi pelaku adalah aparat Desa: Kepala Desa/Sekretaris/Bendahara/Ka Urusan/BPD/Orang yang ditunjuk belanja barang bukan TPK. Modus tindakan: merencanakan kegiatan tanpa melalui Musdes/membuat RAB tinggi tidak sesuai dengan harga setempat/belanja barang nonprocedural.

Dampak yang diperhitungkan: mengambil kelebihan biaya/menyiapkan kwitansi palsu/aspal, laporan pertanggung jawaban disusun tidak terkait kegiatan.

Pelaksanaan kegiatan fiktif namun ada dalam laporan

Potensi pelaku adalah aparat Desa: Seluruh Aparat Desa dan BPD dan Supra Desa terlibat secara bersama sama. Modus tindakan: merencanakan kegiatan tanpa melalui Musdes/merancang kegiatan Dana Desa tumpang tindih dengan proyek lain/proyek sebelumnya (misalkan sama dengan paket APBD atau ex PNPM, dsb). Dampak yang diperhitungkan: mengambil seluruh biaya proyek, menyiapkan kwitansi dan laporan pertanggung jawaban disusun tidak terkait kegiatan. Selain itu perjalanan dinaspun ada yang fiktif.

Memotong uang proyek DD/belanja Barang & Jasa tidak sesuai.

Potensi pelaku adalah aparat Desa: Kepala Desa / Sekretaris / Bendahara / Ka Urusan / BPD / Orang yang ditunjuk belanja barang bukan TPK.

Modus tindakan: manajemen aparat Desa tidak dijalankan, tidak memfungsikan peran aparat Desa, tidak ada TPK, belanja barang tanpa dukungan kwitansi, tidak ada buku bantu Desa, menggunakan sub kontraktor tanpa swakelola, dsb.

Dampak yang diperhitungkan: mengambil kelebihan biaya / menyiapkan kwitansi palsu / aspal, laporan pertanggung jawaban disusun tidak terkait kegiatan.

Meminjam sementara DD untuk kepentingan pribadi

Potensi pelaku adalah aparat Desa: Kepala Desa / Aparat Desa dan unsur Supra Desa terlibat.

Modus tindakan: manajemen aparat Desa tidak dijalankan, BPD tidak berfungsi, belanja barang tidak sesuai keperluan kegiatan, menggelapkan Dana Desa, kegiatan ditunda pelaksanaannya, supra Desa melakukan pembiaran, dsb.

Dampak yang diperhitungkan: mengambil uang Dana Desa / menyiapkan kwitansi palsu/aspal, laporan pertanggung jawaban disusun tidak terkait kegiatan.

Memotong/menarik fee kegiatan Dana Desa

Potensi pelaku adalah aparat Desa: Kepala Desa / Aparat Desa.

Modus tindakan: manajemen aparat Desa tidak dijalankan, BPD tidak berfungsi, menggunakan kontraktor, tanpa swakelola.

Dampak yang diperhitungkan: mengambil fee kontraktor, menyiapkan kwitansi dan laporan pertanggung jawaban palsu / aspal yang tidak terkait kegiatan.

Penggelapan/penggelembungan honor aparat Desa.

Potensi pelaku adalah aparat Desa: Kepala Desa / Bendahara Desa.

Modus tindakan: menetapkan nama aparat Desa yang tidak bekerja, manajemen Desa dijalankan, BPD tidak berfungsi.

Dampak yang diperhitungkan: mengambil honor aparat Desa / menyiapkan kwitansi dan laporan pertanggung jawaban palsu / aspal.

Pemotongan / penggelapan honor tenaga kerja PKT

Potensi pelaku adalah aparat Desa: Kepala Desa / Bendahara Desa / TPK / pihak koordinator atau pemasok tenaga kerja.

Modus tindakan: tidak memfungsikan TPK, menggunakan pemasok tenaga kerja fiktif, memanfaatkan program PKT membuat perencanaan tenaga tidak sesuai kegiatan, tidak membuat daftar absen / tanda terima tiap tenaga kerja, manajemen Desa dijalankan, BPD tidak berfungsi.

Dampak yang diperhitungkan: mengambil honor tenaga kerja PKT, menyiapkan kwitansi tenaga kerja palsu / aspal.

Proses Penatausahaan keuangan Desa

Dalam penatausahaan keuangan Desa terdapat titik rawan yang erat kaitannya dengan pelaksanaan dimana bendahara melakukan tindakan-tindakan pemalsuan kwitansi pengadaan barang dan jasa fiktif. Selain itu terdapat kemungkinan Berdahara Desa juga tidak mencatat dan menyetor segala pajak ke kas negara.

Proses Pelaporan dan Pertanggungjawaban

Seperti halnya dalam proses perencanaan dana Desa, hal yang dilakukan dalam pelaporan dan pertanggungjawaban, terdapat banyak daerah yang kepala Desanya mengkontrakkan penyusunan laporan baik laporan semesteran maupun laporan pertanggungjawaban. Implikasinya adalah pemanfaatan dana illegal untuk membayar pihak ketiga

 

PELIBATAN BHABINKAMTIBMAS DALAM PENCEGAHAN, PENGAWASAN DAN PENANGANAN PERMASALAHAN DANA DESA

Hasil gambar untuk animasi bhabinkamtibmas"

Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat yang popular disebut dengan Bhabinkamtibmas dalam konstelasi kebijakan Pemolisian Masyarakat (Community Policing) yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemolisian masyarakat merupakan salah satu pilar pemolisian masyarakat yang berada dilini terdepan pada tingkat  Desa/Kelurahan. Dalam Perkap No.3 Tahun 2015 tersebut, yang dimaksud dengan pemolisian mayarakat yang selanjutnya disingkat dengan Polmas adalah suatu kegiatan untuk mengajak masyarakat melalui kemitraan anggota Polri dan masyarakat, sehingga mampu mendeteksi dan mengidentifikasi permasalahan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) di lingkungan serta menemukan pemecahan masalahnya.

Sebagai pilar polmas yang berada di tingkat desa/kelurahan, Bhabinkamtibmas mengikutsertakan :

  1. Kepala Desa/Lurah;
  2. LMK/LMD;
  3. tokoh masyarakat;
  4. tokoh agama;
  5. tokoh adat;
  6. pimpinan media massa;
  7. cendekiawan/civitas akademika;
  8. pimpinan LSM/Ormas;
  9. pimpinan organisasi pemuda;
  10. pimpinan organisasi perempuan.

Bhabinkamtibmas diangkat berdasarkan Keputus Kepala Kepolisian Resor (Kapolres).  Adapun Fungsi Bhabinkamtibmas antara lain sebagai berikut :

  1. melaksanakan kunjungan/sambang kepada masyarakat untuk:
  2. mendengarkan keluhan warga masyarakat tentang permasalahan Kamtibmas dan memberikan penjelasan serta penyelesaiannya;
  3. memelihara hubungan silaturahmi/persaudaraan;
  4. membimbing dan menyuluh di bidang hukum dan Kamtibmas untuk meningkatkan kesadaran hukum dan Kamtibmas dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM);
  5. menyebarluaskan informasi tentang kebijakan pimpinan Polri berkaitan dengan pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Harkamtibmas);
  6. mendorong pelaksanaan siskamling dalam pengamanan lingkungan dan kegiatan masyarakat;
  7. memberikan pelayanan kepolisian kepada masyarakat yang memerlukan;
  8. menggerakkan kegiatan masyarakat yang bersifat positif;
  9. mengkoordinasikan upaya pembinaan Kamtibmas dengan perangkat desa/kelurahan dan pihak-pihak terkait lainnya; dan
  10. melaksanakan konsultasi, mediasi, negosiasi, fasilitasi, motivasi kepada masyarakat dalam Harkamtibmas dan pemecahan masalah kejahatan dan sosial.

Tugas Pokok Bhabinkamtibmas melakukan pembinaan masyarakat, deteksi dini, dan mediasi/negosiasi agar tercipta kondisi yang kondusif di desa/kelurahan. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Bhabinkamtibmas melakukan kegiatan:

  1. kunjungan dari rumah ke rumah (door to door) pada seluruh wilayah penugasannya;
  2. melakukan dan membantu pemecahan masalahan (Problem Solving);
  3. melakukan pengaturan dan pengamanan kegiatan masyarakat;
  4. menerima informasi tentang terjadinya tindak pidana;
  5. memberikan perlindungan sementara kepada orang yang tersesat, korban kejahatan dan pelanggaran;
  6. ikut serta dalam memberikan bantuan kepada korban bencana alam dan wabah penyakit;
  7. memberikan bimbingan dan petunjuk kepada masyarakat ataukomunitas berkaitan dengan permasalahan Kamtibmas dan pelayanan Polri.

 Bhabinkamtibmas dalam melaksanakan kegiatan Polmas, berwenang untuk:

  1. menyelesaikan perselisihan warga masyarakat atau komunitas;
  2. mengambil langkah-langkah yang diperlukan sebagai tindak lanjut kesepakatan FKPM dalam memelihara keamanan lingkungan;
  3. mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan melakukan Tindakan Pertama (TP) di TKP; dan
  4. mengawasi aliran kepercayaan dalam masyarakat yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Dalam kerangka pelaksanan fungsi, tugas pokok dan wewenang diatas, Bhabinkamtibmas dituntut untuk memiliki keterampilan:

  1. deteksi dini;
  2. komunikasi sosial;
  3. negosiasi dan mediasi;
  4. kepemimpinan; dan
  5. pemecahan masalah social.

Dalam rangka melaksanakan seluruh kegiatan dalam rangka Polmas Bhabinkamtibmas diberikan perlengkapan meliputi:

  1. Jas hujan;
  2. Rompi;
  3. Jaket;
  4. Senter;
  5. Ransel Kerja;
  6. Kamera;
  7. komputer, modem, dan printer;
  8. Alat Komunikasi (HP, HT, Megaphone/Wireless);
  9. Kartu Nama;
  10. Belangko Kunjungan;
  11. Stiker Kunjungan;
  12. Brosur Kamtibmas;
  13. Buku Agenda;
  14. Peta Desa/Kelurahan;
  15. Garis Polisi (police line);
  16. Alat Tulis Kantor (ATK); dan
  17. Alat mobilitas (sepeda motor/sepeda/lain-lain).

Berdasarkan peran Bhabinkamtibmas dalam Polmas sebagaimana di tetapkan dalam Perkap No. 3 Tahun 2015 seperti yang diuraikan di atas, maka dapat dinilai sangat relevan dan realistis jika Kapolri menetapkan kebijakan pelibatan Bhabinkamtibmas dalam pelaksanaan pencegahan, pengawasan dan penanganan permasalahan Dana Desa, sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Kerja Antara Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementrian Dalam Negeri dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomo : 01/SJ/PK/2018, Nomor : 119/458/BPD, Nomor : B/6/I/2018 tentang Pelaksanaan Pencegahan, Pengawasan dan Penanganan Permasalahan Dana Desa.

Dengan ketrampilan dan perlengkapan yang dimiliki Bhabinkamtibmas sudah barang tentu Bhabinkamtibmas akan dapat melaksanakan tugas-tugas dalam pencegahan, pengawasan dan penanganan permasalahan dana desa dengan baik. Dalam kaitan dengan pencegahan dan pengawasan serta penanganan permasalahan dana desa, peran Bhabinkamtibmas seyogyanya lebih ditekankan pada tidakan pencegahan yang terdiri dari Preemtive Action yakni membuat sesuatu (entitas, kawasan, system dan kegiatan) tidak memberi peluang terjadinya permasalahan dana desa dan Preventive Action dengan melakukan tindakan agar peluang yang ada tidak dimanfaatkan oleh pelaku tindakan yang menimbulkan permasalahan dana desa. Penekanan peran tersebut, dimaksudkan agar tidak menimbulkan persepsi negative dari pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa atas keberadaan Bhabinkamtibmas dalam pelaksanaan pencegahan, pengawasan dan penanganan permasalahan Dana Desa atau dengan kata lain agar tidak timbul dugaan baha Bhabinkamtibmas dapat menginterfensi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa dalam pengelolaan dana desa.

Selain itu, Sebagai unsur pusat yang berkedudukan di desa/kelurahan di seluruh Indonesia maka Bhabinkamtibmas dapat diperankan sebagai agen pusat dalam menyampaikan informasi tentang keberhasilan, permasalahan dan kendala penghambat dalam  pengelolaan dana desa, sehingga pemerintah pusat dapat merespon dan menetapkan kebijakan secara cepat, tepat dan akurat dalam mengoptimalkan pengelolaan dana desa bagi tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa dalam konstelasi keberhasilan pembangunan nasional secara keseluruhan.

MITOS KELOMPOK

Istilah kelompok dalam kamus PNPM-MPd sudah tidak asing lagi. Familiar sekali perkataan:  “UPK akan menyalurkan dana pada Kelompok ataupun pembinaan ke Kelompok”. Kelompok disini adalah sekumpulan orang yang bersepakat dan bekerjasama membangun sumber pelayanan keuangan dengan tujuan ingin meningkatkan usaha produktif dan perekonomian seluruh anggotanya beserta keluarganya. Tentunya di PNPM-MPd Kelompok tersebut terbagi kepada dua jenis yaitu Kelompok Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) dan Usaha Ekonomi Produktif (UEP).

Bermula pada tahun 2009, UPK Kecamatan Sindang mendapatkan amanah untuk mengelola Dana BLM yang diperuntukkan untuk SPP. Dana awal tersebut terserap sebesar Rp. 354.000.000. Sampai tahun 2012, UPK Sindang sudah melakukan perguliran sebanyak 8 kali dengan dana total yang digulirkan sebesar Rp. 2.612.000.000. Terdiri dari perguliran tahun 2011 sebesar Rp. 997.000.000 dengan 69 kelompok pemanfaat dan pada tahun 2012 sebesar Rp. 1.615.000.000 dengan 98 kelompok pemanfaat. Eskalasi tersebut dapat dibilang membanggakan sekali dilihat dari usia UPK Kecamatan Sindang yang baru seumur jagung.

Meskipun demikian, tidaklah hal tersebut seiring sejalan dengan perkembangan kelompok. Setidaknya ketika saya sebagai Fasilitator Kecamatan masuk pada tahun 2010 sampai dengan sekarang tahun 2012. Banyak sekali permasalahan terkait kelompok mulai dari kemacetan, pertengkaran dalam kelompok, penyelewengan oleh pengurus kelompok sampai permasalahan “Mitos Kelompok”. Walaupun begitu, apresiasi juga diberikan pada pengurus UPK Kecamatan Sindang, Kelembagaan (BKAD, BUPK, TV Perguliran) serta KPMD Pemberdayaan dalam pembinaan kelompok yang sinergis serta pencapaian perkembangan kelompok yang hampir 90% termasuk Kelompok Berkembang.

Ketertarikan saya kali ini tertuju pada Mitos Kelompok. Sebenarnya tidak ada dalam literatur PNPM-MPd terkait Mitos Kelompok ini.  Istilah tersebut sengaja saya buat terkait hal-hal yang tidak termasuk kategori Permasalahan Kelompok sesuai PTO. Setidaknya menurut saya hal ini nyata ada di setiap kelompok.

Sebagai awal titik masuk saya dalam pembinaan kelompok adalah ketika verifikasi kelompok. Ketika diverifikasi oleh TV Perguliran, selalu tercetus “yang penting mah lancar pak” atau “urang mah tos ibu-ibu tong disuruh ngisian pembukuanlah lieur” bahkan “abdi mah isin ditempel spanduk kelompak ngaraos ngutang ka UPK” perkataan tersebut terlontar baik dari kelompok baru ataupun lama. Sontak hati terkejut sekaligus sedih kenapa sampai terlontar perkataan tersebut. Beranjak dari kejadian tersebut, evaluasi dan pembinaan kelompok kedepannya menjadi agenda yang serius dan perlu diluruskan.

Sebenarnya UPK Kecamatan Sindang dan Kelembagaan rutin membina kelompok sesuai pakem prosedur PTO dan SOP Kelompok, akan tetapi tidak serta merta membuat kelompok mengikuti aturan main tersebut. Menurut asumsi saya, pembinaan konvensional tersebut hanyalah menyentuh permukaannya saja, tetapi belum menyentuh dan mengubah pendirian alam bawah sadar kelompok. Hal ini terkait dengan setidaknya tiga (3) mitos tersebut.

Pertama, perkataan “yang penting mah lancar pak” perlu diluruskan kembali. Kita jangan terlena dengan perkataan tersebut. Bagi kelompok yang berpendapat demikian memang bagus, tetapi hanya bersifat jangka pendek saja. Sebab ini menyiratkan kelompok beserta anggotanya menuju penghalalan segala cara dan sekaligus mengajarkan tindakan yang tidak bertanggungjawab.

Menanggapi soal ini, cerita “Ayam mengerami telur” cocok untuk sampaikan; “Alkisah ada seekor ayam betina yang sedang mengerami telurnya, ternyata dari tiga telur tersebut dua diantaranya menjadi anak ayam, tetapi satu lainnya menjadi ular. Ternyata dua selalu dierami, tetapi yang satunya tidak bahkan dimakan oleh ular kecil. Anak ayam pasti mengikuti induknya, tetapi ular sebaliknya bisa mematuk atau bahkan memakannya”. Hal ini juga berkaitan erat dengan kondisi kelompok apabila pengurus kelompok tidak bisa mengatur, memahami permasalahan anggota bahkan membiarkannya maka lambat laun masalah pasti akan muncul dari anggota kelompoknya sendiri.

Kedua, perkataan “urang mah tos ibu-ibu tong disuruh ngisian pembukuanlah lieur” menjadi bumerang bagi kita sendiri. Tindakan awal yang perlu dilakukan diantaranya pastikan jumlah dan usia kelompok tersebut. Kebanyakan kategori kelompok tersebut mempunyai anggota yang berusia sekitar 35 – 55 an. Tekankan bahwa pembukuan hanyalah berupa catatan-catatan yang sederhana dan tidak menyita waktu kelompok bahkan seperti halnya catatan pemasukan dan pengeluaran ibu-ibu sehari-hari. Selain itu, dipastikan juga yang menjadi bendahara dipilih berdasarkan usia yang lebih muda.

Cerita “Idola saya adalah Soekarno bukan Bapak saya” selalu disampaikan kepada kategori kelompok ini: “Bahwa idola saya dari dulu adalah Soekarno meskipun belum pernah bertatap muka, tetapi kita mengenalnya melalui catatan dan buku yang tersebar dan terdokumentasikan dengan baik. Apakah saya berdosa karena mengidolakan Soekarno bukan Bapak saya? Sebab tidak ada satupun catatan yang tersisa dan terdokumentasikan dari Bapak saya. Apakah saya bersalah?”

Ketiga, perkataan, “abdi mah isin ditempel spanduk kelompak ngaraos ngutang ka UPK” ini menyiratkan kurangnya kepercayaan diri kelompok bahkan menunjukkan ekspresi malu menjadi nasabah UPK. Usaha kelompok adakalanya maju ataupun mundur, tidak bisa diperkirakan. Bahkan seorang pengusaha besar sekalipun mengalami hal yang sama. Bandingkan saja pengusaha besar saja meminta suntikan dana alias ngutang sampai miliaran bahkan triliunan dan resikonya pun besar. Hal ini sama saja dengan kelompok sebagai pengusaha kecil, tidak harus malu atau kurang pede bila disebut sebagai nasabah UPK. Sebenarnya selama kelompok mempunyai usaha yang jelas dan menerapkan tanggung renteng tidak ada yang harus dikawatirkan. Itulah cerita “Pengusaha vs Kelompok” sebagai jawaban saya ketika berkunjung ke kelompok.

Gambaran besarnya, ada dua (2) poin yang harus mulai dibenahi oleh kita. Pertama, ubahlah gaya bahasa ketika melakukan pembinaan ke kelompok. Alangkah lebih baiknya menggunakan bahasa persuasif (mengajak) bukan menyuruh serta menekankan AMBAK (“apa manfaatnya bagiku”) terlebih dahulu.  Hal ini berdampak pada cara berpikir, menanamkan nilai-nilai baru sekaligus mengubahnya melalui tindakan yang nyata. Kedua, ubahlah pola ceramah atau penjelasan yang menjemukan dengan sebuah cerita kiasan. Mengingat kebanyakan kelompok merupakan warga desa yang hampir rata-rata tamatan SD/ SMP.

Sebuah Catatan M. Hikmat F.