Lanjut ke konten

DILEMATIKA MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT DIANTARA PROGRAM-PROGRAM PEMERINTAH YANG KONTRADIKTIF

Januari 13, 2009

DILEMATIKA MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT DIANTARA PROGRAM-PROGRAM PEMERINTAH YANG KONTRADIKTIF oleh:boy_amra tanggal: 03.Okt.2008 827 Klik MASYARAKAT INI MILIK SIAPA????…………

Pada orde baru kita diakrabkan dengan program Bandes (Bantuan Desa), yang pada akhirnya dinilai tidak bisa membuat masyarakat mempunyai rasa memiliki akan “keberhasilan” program tersebut. Ini salah satunya mungkin karena disebabkan karena programnya Top Down (dari atas ke bawah), sehingga sekarang kita lihat betapa banyaknya kantor desa yang tidak lagi dipakai, karena memang kurang efektif. Setelah Reformasi digulirkan di Republik ini yang diawali oleh krisis ekonomi, maka salah satu akibatnya pemerintah dengan “sangat terpaksa” menaikkan harga BBM subsidi. Sebagai penyeimbang akan naiknya BBM subsidi tersebut pemerintah meluncurkan program BLT (Bantuan Langsung Tunai), yang membuat masyarakat cenerung memiskinkan diri mereka dan lebih banyak berharap mendapat bantuan dari pemerintah daripada membantu saudara-saudara disekeliling yang bisa mereka bantu sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Beberapa tahun belakangan pemerintah mulai menggarap program pemberdayaan masyarakat yang Down to Top (dari bawah ke atas), yang pada intinya program-program tersebut dilaksanakan berdasarkan keinginan dan atau kebutuhan masyarakat itu sendiri. Namun sangat disayangkan pada saat di satu sisi pemerintah coba menggali kebutuhan masyarakat akan pembangunan sangat mereka butuhkan, di sisi lain pemerintah masih meluncurkan program BLT yang katanya sebagai salah satu konsekuensi dari pengurangan subsidi BBM. Padahal BLT cenderung hanya membuat masyarakat menjadi lebih banyak menadahkan tangan dan pelaksanaannyapun penuh dengan intrik-intrik politik ayam sayur (Keluarga si anu didaftarkan sebagai penerima manfaat BLT walaupun disebelah rumah si anu tersebut masih ada keluarga yang hidupnya lebih lemah dari segi ekonomi). Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, itulah induk program pemberdayaan masyarakat yang sedang digarap pemerintah yang katanya minimal program ini akan berjalan hingga tahun 2015. Program ini memang lebih matang dalam persiapan petunjuk pelaksanaan dan pengawalan terhadap kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi, seperti ketika ada anggota masyarakat mengetahui ada penyelewengan dana maka dapat melaporkan apakah melalui jalur pengaduan yang disediakan ditingkat bawah maupun melalui jalur on line pada masing-masing program. Sangat disayangkan pada pelaksanaan dilapangan ditemukan beberapa kejanggalan yang membuat kita geli melihatnya. Contohnya saja ada program “X” (edit text) yang setelah melalui penjaringan usulan dimasyarakat maka masyarakat tersebut mengajukan proposal untuk membuat sarana umum. Nah, pada saat verifikasi lapangan dilakukan oleh penyelanggara program maka didapati mayoritas dari tim verifikasi itu berisikan pegawai pemerintah dari basic diluar Pekerjaan Umum, apakah itu dari dinas pendidikan, dinas pertanian, dinas peternakan. Muncul suatu pertanyaan yang tidak perlu dijawab “Dapatkah tim verifikasi dengan kapasitas seperti diatas menentukan apakah program tersebut dapat dilaksanakan dengan memasukkan analisa berapa banyak keterlibatan Rumah Tangga Miskin dalam program tersebut, apakah komposisi bahannya sudah memenuhi standar pembangunan versi PU?”. Sangat disayangkan Tim di pusat yang sudah susah-susah membuat rancangan program namun dalam pelaksanaan dilapangan terkesan agak disepelekan terhadap aturan-aturan yang telah dibuat. Belum lagi setiap kepala daerah/wilayah otomatis diikutkan dalam struktur pelaksana program namun mereka tidak otomatis memahami atau mencari tahu sehingga bisa memahami program yang berjalan di daerah kekuasaaan mereka. Suatu kewajaran apabila cukup banyak saudara-saudara kita yang memiliki kecenderungan lebih senang menjalankan program dengan sumber dana dari non pemerintahan. Karena ketika kita menjalankan program yang sumber dananya dari lembaga non pemerintah (NGO) maka kita dapat berimprovisasi dalam menjalankan tugas mulia itu demi suksesnya program, kalau kita bekerja pada program pemerintah maka kita selalu disibukkan oleh birokrasi yang komplek permasahannya dan belum lagi interfensi-interfensi dari oknum pejabat pemerintahan terhadap pelaksanaan program, apakah itu masalah wilayah yang akan menerima program atau pribadi-pribadi calon penerima manfaat. Semoga kedepan pemerintah dapat menyadari bahwa NGO/LSM hadir selain dari keidakpuasan atas kebijakan pemerintah yang cenderung kurang berpihak kepada masyarakat akar rumput juga malah untuk menjalanka PR pemerintah terhadap rakyat jelata tersebut. Jadi kedepan diharapkan tidak ada lagi pemerintahan yang tidak mau tahu dengan program-program NGO yang berjalan di wilayah kekuasaannya karena itu semua hanya ada demi masyarakat yang notabenenya adalah masyarakat pemerintah. Semoga (Abu Hawari)

From → WACANA

2 Komentar
  1. Kusna permalink

    Salam Kompak !
    Kalau begitu, ganti aza ” Program memperdaya masyarakat “.
    Saya kira LSM/NGO pun kadang juga tak ubahnya sebagai ladang pembodohan masyarakat. Sulit menemukan NGO/LSM yang kapabel dalam pemberdayaan masyarakat, terutama LSM yang kelangsungan hidupnya dari program bukan hasil keringat sendiri. Kumaha mang !

  2. Olot Jae permalink

    Akur mang ojo…!, LSM pabalatak nanging masalah leuwih pabalatak. Lain makin cerdas malahan jadi calutak…teu boga otak. Ogo bari jeung bodo. Bisana nampa teu bisa nempa. Pabaliut…!!!

Tinggalkan komentar