Lanjut ke konten

Dampak Program Pemberdayaan Kecamatan II di Masyarakat

Februari 5, 2009

Bagaimana dampak pelaksanaan PPK II (2002-2005) di masyarakat? Berikut ini adalah ringkasan hasil studi yang dilakukan oleh konsultan independen Bank Dunia.

Masyarakat Indonesia telah semakin mampu menentukan sendiri prioritas-prioritas pembangunan setempat, sementara Pemerintah Indonesia dan sejumlah lembaga melaksanakan program dengan pendekatan CDD (Community Driven Development – pembangunan yang dilaksanakan oleh masyarakat). Salah satu contohnya adalah Program Pengembangan Kecamatan (PPK), sebuah program Pemerintah Indonesia yang bertujuan mengurangi kemiskinan, memperkuat pemerintah daerah maupun institusi masyarakat, serta memperbaiki tata kelola setempat. PPK dimulai pada 1998, saat terjadinya pergolakan politik yang dahsyat dan krisis keuangan. Kini PPK merupakan komponen utama dari program pengurangan kemiskinan nasional Pemerintah, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat atau PNPM Mandiri.

Kebanyakan evaluasi terhadap program-program CDD memusatkan perhatian pada sejauh mana upaya memenuhi tujuan yang bersifat intrinsik, di antaranya: partisipasi anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan, pengembangan keterampilan dan kemampuan, dan peningkatan mutu pemerintahan setempat. Namun, tidak banyak terbukti adanya dampak pendekatan CDD dari kesejahteraan rumahtangga ataupun akses ke pelayanan ini. Studi yang dilakukan oleh John Voss ini mencoba mengungkapkannya. Studi ini dirancang dengan metodologi untuk memastikan agar dampak yang ditemukan dapat mewakili pelaksanaan program. Sampelnya terdiri dari 6.198 rumahtangga di 300 kecamatan dalam 17 propinsi. Hasilnya?

�� Berkat partisipasi dalam PPK II, konsumsi nyata perkapita warga umumnya lebih tinggi 11% dibanding lokasi lain. Hasil ini menunjukkan bahwa PPK II efektif dalam menjangkau rumahtangga miskin (RTM) di kecamatan miskin. Demikian juga rumahtangga sangat miskin di lokasi PPK II, mereka menikmati pengaruh positif program, dimana konsumsi nyata perkapitanya naik 5%.

�� Rumahtangga yang keluar dari kemiskinan di kecamatan miskin lokasi PPK II mencapai 9,2% lebih tinggi dibanding wilayah lain.

�� Berkat partisipasi dalam PPK II, rumahtangga yang rawan jatuh miskin (mendekati ambang kemiskinan) jumlahnya lebih sedikit 4,5%dibanding lokasi lain.

�� Jumlah Kepala Keluarga (KK) yang mendapat akses ke pelayanan rawat-jalan mencapai 11,5% lebih tinggi dibanding lokasi lain. Demikian pula dengan kelompok-kelompok terkendala lain, mereka mendapat manfaat dalam hal perluasan akses ke pelayanan rawat-jalan.

�� Meskipun pengangguran pada umumnya meningkat selama 2002-2007, namun di lokasi PPk II, jumlah pengangguran justru umumnya turun sekitar 1,5%. Hal tersebut terjadi karena sebagian warga lokal menjadi pekerja dalam proyek pembangunan sarana-prasarana yang didanai program.

Hasil studi selengkapnya, dapat diakses dalam Impact Evaluation of the Second Phase of KDP in Indonesia.

Kemiskinan di Perdesaan Turun Lebih Cepat
09.Sep.2008 221 Klik

Jumlah kaum miskin di perdesaan turun lebih cepat dibanding kaum miskin yang berada di perkotaan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, selama periode Maret 2007-Maret 2008, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,42 juta. Sedangkan penduduk miskin di daerah perkotaan hanya berkurang 0,79 juta orang. Hal itu disebabkan kondisi sektor pertanian, seperti upah riil buruh tani, saat ini, mengalami peningkatan. Rata-rata upah riil harian buruh tani naik 0,90 persen selama periode Januari-April. Pada saat yang sama juga terjadi panen raya di wilayah perdesaan. Hal itu berimbas pada perbaikan kehidupan penduduk di perdesaan, yang 70 persen bekerja di sektor pertanian.

“Komoditas yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras, dan rata-rata harga beras nasional selama periode Maret 2007-Maret 2008 turun 3,01 persen,” kata Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Arizal Ahnaf, di Jakarta, Selasa (1/6), seperti dikutip Republika. Faktor-faktor itulah yang, menurut dia, menyebabkan penduduk perdesaan lebih beruntung untuk melewati garis kemiskinan versi BPS.

BPS sendiri mendefinisikan penduduk miskin sebagai pihak yang memiliki pendapatan rata-rata dan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan sebesar Rp 182.636. Angka patokan garis kemiskinan pada survei yang dilakukan BPS itu naik dari patokan yang digunakan pada Maret 2007 lalu, yang hanya Rp 166.697. BPS melakukan survei kemiskinan pada bulan Maret setiap tahun. Dalam PNPM Mandiri Perdesaan, warga desa difasilitasi untuk membuat peta sosial dan peta kemiskinan dengan menentukan sendiri rumahtangga miskin (RTM) dan sangat miskin di lingkungannya, karena mereka jauh lebih tahu akan kondisi di sekitar desanya.

Meskipun persentase penduduk miskin di perdesaan turun lebih cepat, namun jumlah penduduk miskin masih menumpuk di perdesaan. Pada Maret lalu, 63,47 persen dari penduduk miskin atau sejumlah 22 juta jiwa lebih berada di daerah perdesaan.

Secara umum jumlah penduduk miskin berdasarkan survei BPS mengalami penurunan 2,21 juta jiwa. Pada Maret 2007 jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat 7,17 juta (16,58 persen dari jumlah penduduk). Sedangkan pada Maret 2008 sebesar 34,96 juta jiwa atau 15,42 persen dari jumlah penduduk.

“Jumlah penduduk miskin memang trennya menurun, meskipun turunnya tidak signifikan,” ujar Arizal. Ia memahami bahwa hasil survei BPS kali ini memang belum memperhitungkan dampak kenaikan harga BBM yang terjadi pada pekan ketiga Mei 2008. Faktor lain, menurut dia, inflasi umum relatif stabil.

From → WACANA

Tinggalkan sebuah Komentar

Tinggalkan komentar